Apkasindo: Masa Depan Sawit Indonesia di Tangan Perkebunan Rakyat

Apkasindo: Masa Depan Sawit Indonesia di Tangan Perkebunan Rakyat

Sawit Notif – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengharapkan petani kelapa sawit rakyat pada tahun 2022 akan lebih sejahtera dan keberadaan lahannya semakin diakui oleh pemerintah Indonesia. 

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Apkasindo, Gulat M.E Manurung dalam sebuah diskusi virtual Refleksi Sawit Rakyat 2021 bertajuk “Masa Depan Petani Sawit Indonesia dengan Konsep Kemitraan dan Berkelanjutan”, mengutip Bisnis.com.

Apkasindo hadir sebagai wadah perjuangan petani kelapa sawit Indonesia yang terus berupaya dalam meningkatkan daya saing perkebunan sawit rakyat, guna mewujudkan kesejahteraan, keberlanjutan, dan kesetaraan petani kelapa sawit Indonesia. 

Terdapat lima aspek peningkatan daya saing perkebunan sawit rakyat berkelanjutan, yakni menjaga harga TBS (Tandan Buah Segar), mengoptimalkan produktivitas dan menekan biaya produksi, pengelolaan kepastian hak dan perlindungan aset petani, serta peningkatan kualitas SDM dan pembangunan komunikasi lintas sektoral terkhusus dalam regulasi sawit. 

Gulat menjelaskan, salah satu strategi dalam pemenuhan kelima aspek tersebut yakni dengan menerapkan konsep Kemitraan Strategis dan Setara. Kemitraan ini terdiri dari pengusaha sawit besar dan pemerintah, serta kemitraan rantai pasok yang meliputi pelaku sektor hulu sampai dengan sektor hilir kelapa sawit. 

Perkebunan sawit rakyat kata Gulat, selama pandemi dapat bertahan bahkan mendapatkan cukup keuntungan dengan tingginya harga TBS. Pada 2021, peningkatan harga TBS bahkan memecahkan rekor nasional dengan titik tertinggi mencapai Rp3.500/kg di provinsi Riau. 

Kendati begitu, perkebunan sawit rakyat kata Sekjen Apkasindo Rino Afrino juga memiliki tantangan yang harus diselesaikan di tahun depan. Salah satu tantangan itu adalah soal pemerataan harga TBS di seluruh provinsi di Indonesia sehingga tidak ada ketimpangan harga antar petani. 

Selain itu, pada semester II/2021 petani kelapa sawit dikejutkan oleh kenaikan harga pupuk yang mencapai 100 persen. Hal ini sangat mempengaruhi harga pokok produksi petani yang dapat berdampak petani mengurangi/menunda pemupukan yang berimplikasi penurunan produksi TBS di tahun depan. 

“Tantangan lainnya soal pendataan lahan petani kelapa sawit yang terklaim dalam kawasan hutan. Banyak lahan petani yang akhirnya diambil paksa oleh negara karena dianggap berada di lahan hutan dan dianggap ilegal,” kata Rino.

Untuk itu, kata Rino, Apkasindo mendukung penyelesaian legalitas kebun sawit rakyat melalui UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, yakni PP dan Permen LHK. Rino menyampaikan sejak tahun 2021, Apkasindo telah secara proaktif menggiatkan inventarisasi lahan petani kelapa sawit dengan total 42.775 Ha, yang tersebar di provinsi Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. 

“Hanya saja di lapangan masih belum paduserasi aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan UU Ciptaker di sektor perkebunan kelapa sawit, terkhusus terkait dengan kelapa sawit yang terlanjur/diklaim dalam Kawasan hutan. Masih banyak petani sawit yang dikriminalisasi, disidangkan di pengadilan,” kata Rino. 

Tantangan lain yang dihadapi dan harus diselesaikan antara lain masih kurangnya penyerapan dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), tenggat waktu sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang semakin mendekat (Wajib ISPO 2025) dan menghadapi NGO asing yang terus mengampanyekan kampanye hitam mengenai sawit Indonesia di Eropa.

Sumber: Bisnis.com