Sektor Perkebunan Sawit Penyumbang Konflik Agraria Terbesar

Sektor Perkebunan Sawit Penyumbang Konflik Agraria Terbesar

Sawit Notif – Dalam laporan tahunan yang dihimpun oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) tahun 2021 yang disampaikan Kamis (06/1), tercatat telah terjadi 74 kasus konflik agraria di sektor perkebunan seluas 276.162,052 haktere yang menjadikan 23.531 KK sebagai korban terdampak. Mengutip CNNIndonesia.com.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika menjelaskan, dari keseluruhan jumlah tersebut, lebih dari 50 persen diantaranya merupakan konflik yang terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. 

Rinciannya, sebanyak 59 kasus terjadi di perkebunan sawit, 4 kasus terjadi di perkebunan kelapa, 3 kasus terjadi di perkebunan karet, serta masing-masing 1 kejadian di perkebunan tebu, bawang, atsiri, dan sengon. 

Jika dipersentasekan, konflik yang terjadi di perkebunan sawit mencapai 80 persen, dengan total luas lahan 255.006,06 hektare. 

Berkaca pada sejarah 1 dekade terakhir (2012 – 2021), sektor perkebunan hampir selalu menempati posisi teratas sebagai penyebab konflik agraria, terkecuali pada tahun 2014 perkebunan sempat menempati posisi ke-2 setelah sektor infrastruktur. 

Meskipun begitu, KPA menilai data yang dihimpun setiap tahun tersebut tidak menunjukkan perubahan orientasi pengalokasian tanah dalam membangun perkebunan kepada masyarakat marjinal dalam wadah-wadah badan usaha bersama seperti koperasi. 

Selain itu, pemerintah juga terlihat tidak serius dalam merubah praktik bisnis perkebunan yang telah ada sejak masa lampau. Tindakan yang dapat diambil pemerintah misalnya seperti pencabutan izin dan hak usaha perkebunan yang berdampak buruk, seperti lahan hasil perampasan tanah, praktik kekerasan, hingga dampak negatif pada lingkungan. 

Dewi menambahkan, posisi perkebunan sawit yang memiliki konflik tertinggi ini membuat pihaknya bertanya-tanya tentang efektifitas kebijakan moratorium. Bukan tanpa sebab, perkebunan sawit kerap menjadi biang keladi konflik dan kekerasan agraria yang masif. 

Pihak KPA juga menyayangkan masalah-masalah yang selalu terulang hingga memicu konflik yang tidak berkesudahan ini. Dewi menilai penyebabnya karena pemerintah belum memberi terobosan atau strategi penyelesaian. 

Sumber: CNNIndonesia.com