BUMN Sawit di Kalimantan Barat di Jurang ‘Kebangkrutan’

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII

Jakarta – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII terpaksa menghentikan pembelian tandan buah segar (TBS) plasma mulai 1 Agustus 2018 karena kondisi keuangan yang kian kritis.

Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara Alexander Maha dalam surat resmi yang diperoleh CNNIndonesia.com. Surat itu ditujukan kepada Gubernur Kalimantan Barat tertanggal 11 Juli lalu.

Alexander dalam surat itu mengakui bahwa kesehatan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu tengah kritis.

“Restrukturisasi perusahaan yang dilakukan sejak 2017 ini belum menuai hasil positif,” kata Alexander yang dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (7/8).

Dia menuturkan keuangan perusahaan milik negara itu tengah defisit tanpa merinci nilainya. Sehingga, PTPN XIII mengatakan butuh waktu untuk membenahi arus keuangan menjadi sehat kembali.

Perusahaan pun memberhentikan sementara pabrik kelapa sawitnya yang tidak memenuhi standar ketentuan perundangan yang berlaku, misalnya Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Selama pemberhentian pabrik itu, perusahaan pun menyetop penyerapan tandan buah segar plasma yang meliputi plasma pirbun, Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA), Revitalisasi Perkebunan (Revitbun), hingga petani swadaya.

Oleh karena itu, petani plasma dan petani swadaya kini bisa menjual tandan buah segar ke perusahaan swasta selama PTPN XIII tak menyerap tandan buah segar mereka.

Dalam surat itu disebutkan, PTPN XIII juga meminta dukungan pemerintah daerah dan pelbagai pihak terkait dengan konsolidasi internal yang dilakukan perusahaan.

“Supaya ke depan dapat berperan kembali sebagai fungsi BUMN,” kata Alexander.

Menyelamatkan Keuangan

Ketika dikonfirmasi, Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi BUMN Wahyu Kuncoro mengakui bahwa informasi tersebut benar. Keputusan PTPN XIII untuk berhenti menyerap tandan buah segar sementara waktu dilakukan demi menyelamatkan keuangannya saat ini.

“Salah satu strategi yang diambil PTPN XIII untuk menyelamatkan perusahaan adalah stop bleeding. Bleeding dari kegiatan pembelian TBS plasma ini,” kata Wahyu

Menurutnya, pembelian tandan buah segar itu membutuhkan biaya hingga Rp120 miliar per tahun di luar bunga bank. Wahyu menyebut perusahaan menggunakan skema kredit modal kerja (KMK) dalam pembelian tandan buah segar.

“Menurut laporan sementara konsultan, biaya yang digunakan untuk memperbaiki pabrik kelapa sawit yang digunakan untuk kegiatan ini besar sekali, saat ini sedang dihitung detilnya,” kata Wahyu.

Terkait kebutuhan dana PTPN XIII saat ini, Kementerian BUMN tak berencana menyuntikkan dana keras ke perusahaan melainkan mendorong PTPN XIII untuk melakukan aksi korporasi sebagai bagian dari proses restrukturisasi perusahaan.

“Masih aksi korporasi internal dulu, belum ke arah sana (pencarian dana di pasar modal),” jelas Wahyu.

Sumber CNNIndonesia.com lainnya mengatakan dengan PTPN XIII memberhentikan sementara pembelian tandan buah segar, maka akan berdampak pada beban utang yang ditanggung oleh pekebun.

Sebab, penjualan tandan buah segar ini menggunakan skema perusahaan inti rakyat perkebunan (PIR BUN), Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA), dan revitbun.

“Karena skemanya PIRBun, KKPA dan Revitbun maka pekebun wajib membayar pokok pinjaman plus bunga yang langsung dipotong dari hasil produksi oleh Avalis, di sini adalah PTPN XIII,” katanya.

Sedangkan soal pembelian pihak swasta, dia menuturkan, belum tentu ada pabrik kelapa sawit milik swasta yang mau menyerap tandan buah segar plasma karena sudah memiliki kontrak jual beli dengan PTPN XIII.

“Berisiko kalau pabrik kelapa sawit wasta mengambil TBS dari plasma PTPN XIII,” kata dia.

sumber: cnnindonesia.com