Author: Writer01

Apabila serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit tidak dikendalikan secara terpadu, pastinya tidak akan memberikan hasil yang optimal. Pengendalian yang tidak optimal ikut mendorong tingginya serangan ulat api. Kegagalan pengendalian yang dilakukan tidak terlepas dari minimnya pengetahuan ekologi ulat api. Tindakan pengendalian ulat api secara terpadu selalu memberikan hasil yang terbaik, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menurunkan populasi ulat api di perkebunan kelapa sawit.

Pada umumnya pihak manajemen perkebunan masih sering melakukan kegiatan replanting dengan cara underplanting. Dimana tanaman tua berusia 25 tahun di replanting dengan cara menyuntikkan bahan kimia ke batang pohon sawit tanpa menumbang pohon. Biasanya sambil menunggu tanaman tersebut mati dan tumbang, pihak kebun juga menanam bibit sawit yang berumur 12 bulan di dalam baris jalur tanaman (di samping tanaman tua).

Penggunaan bahan kimia yang terus menerus di perkebunan kelapa sawit seperti pestisida dan pupuk konvensional telah merusak lingkungan hidup dari tanaman. Tanah tercemar dengan logam-logam berat, pH menjadi rendah, mikroorganisme yang menjaga keseimbangan lingkungan hidup menjadi musnah, demikian juga air tercemar pestisida yang meracuni mikroorganisme tanah, serta musnahnya cacing-cacing tanah yang selama ini dapat memperbaiki struktur dan sifat fisik tanah serta kemampuan tanah mengikat air dan ketersediaan oksigen oleh tanah.

Rayap pada tanaman kelapa sawit yang memiliki nama latin yaitu Coptotermes curvignathus. Hama ini adalah salah satu masalah yang berbahaya, dan harus ditangani secara rutin terutama pada lahan gambut di perkebunan kelapa sawit. Hama ini tidak mengenal usia tanaman, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) juga tidak luput dari serangannya.