Sawit Notif – Tanggapan petani sawit dalam empat hari berturut-turut merasa sia-sia. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo), Gulat Manurung mengatakan pasca pencabutan aturan flush out atau FO tidak dilanjutkan, harga crude palm oil (CPO) justru turun selama empat hari berturut-turut. Ia mengungkapkan penantian panjang para petani sawit sia-sia, dikutip dari Tempo.co.
Petani merasa kecewa karena turunnya harga CPO berdampak pada harga tandan buah segar (TBS). Katanya, “Pemerintah mengulur waktu dengan menghapus PE (Pungutan Ekspor) dan tidak memperpanjang flush out, tapi semua terasa sia-sia.”
Harga CPO pada 1 Agustus dijual dengan harga Rp 10.103/kg. Keesokan harinya, harga CPO turun menjadi Rp 9.923/kg. Setelah sempat naik sekitar Rp 10.165/kg, hari ini harga CPO kembali melambat menjadi Rp 10.100/kg.
Harga CPO pada akhir Juli sebesar Rp 10.025/kg. Jika dihitung, harga CPO setelah aturan FO berakhir hanya Rp 140 per kilogram CPO. Sedangkan menurut Gulat, seharusnya harganya naik Rp 1.000/kg.
Kenaikan harga CPO yang terus menerus, secara langsung mempengaruhi harga TBS sawit, menjadi tidak ikut naik. Menurut Gulat, ada regulasi yang tidak tepat. Dia bilang tidak mungkin, dia mengatakan kebijakan pemerintah untuk menghentikan FO dan menghapus pungutanĀ ekspor tidak menaikkan harga CPO dan TBS sama sekali.
Alasannya adalah bahwa beban biaya telah dikurangi sebesar $400, termasuk pungutanĀ ekspor sebesar $200 dan bea keluar US $ 200. Dikatakannya, jika beban ekspor CPO saat ini hanya US $288, seharusnya harga CPO sudah berada menembus Rp 15 ribu/kg.
Dengan begitu, harga TBS di tingkat petani bisa mencapai Rp 3.000/kg, dua kali lipat dari saat ini Rp 1.400-1.800 per kilogram.
Gulat juga menyarankan agar pemerintah menangguhkan kebijakan DMO dan DPO untuk sementara waktu guna memperbaiki ekosistem industri sawit. Apalagi, kata dia, ini malah menjadi alasan mengapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS), pengilang dan eksportir menahan harga TBS skala kecil.
Sumber: Tempo.co.