Takut Balasan Boikot, Minyak Sawit Indonesia Masuk Eropa

Takut Balasan Boikot, Minyak Sawit Indonesia Masuk Eropa

Jakarta – Sikap memboikot Uni Eropa atas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO) Indonesia melunak pasca-balasan Indonesia mengancam boikot produk-produk impor Benua Biru itu. Menyusul kedatangan Menteri Perikanan Norwegia, Per Sandberg, menemui Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, di Jakarta.

“Kita sepakat untuk menghentikan saling ancam boikot impor, dan melanjutkan kembali hubungan dagang,” ujarnya yang mengaku sempat akan boikot impor ikan Salmon di kantornya, Kamis (19/4). Kemendag mencatat pada 2017, nilai ekspor Indonesia ke Norwegia sebesar US$ 64,5 juta dan impornya mencapai US$ 237,7 juta atau Indonesia defisit US$ 173,2 juta.

Norwegia bersama sejawatnya Uni Eropa sejak 2013 sepakat boikot biofuel berbasis CPO dengan dalih harga murah Indonesia disubsidi pemerintah (dumping) & tidak ramah lingkungan. Kebijakan sepihak Uni Eropa itu mendapat reaksi penolakan keras Indonesia, di tengah keluhan pelaku usaha atas kenaikan penetapan bea keluar CPO sebesar 9% pada Februari dibanding bulan sebelumnya yang 7,5%, yang bisa melemahkan daya saing di pasar global.

Protes boikot balasan disuarakan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) hingga Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Kementerian Perdagangan & Luar Negeri (Kemdag/Kemlu).

Kendati sempat diingatkan Ketum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun. Katanya, pemboikotan itu bisa kontraproduktif dengan rencana peningkatan penggunaan biodiesel Indonesia sebesar 64 persen tahun ini atau menjadi 1,1 juta kiloliter.

“Tahun lalu pemakaian biodiesel hanya 669.000 kiloliter. Kenaikan penggunaan biodiesel pada 2013 menjadi 1,1 juta kiloliter akan sangat menguntungkan Indonesia,” ujarnya waktu itu pada 2013 Indonesia menerima sertikat internasional RSPO & ISSC.

“Dengan kenaikan penyerapan CPO untuk biodiesel, diharapkan harga CPO naik terus setelah agak tertekan akibat krisis ekonomi global, termasuk kampanye negatif kelapa sawit khususnya di Eropa.”

sumber: poskotanews.com