Serikat Petani Minta Pemerintah Bantu Pendanaan Konversi Lahan Sawit

Serikat Petani Indonesia (SPI) berharap Pemerintah dapat memberikan dukungan dana untuk membantu petani sawit yang ingin mengkonversi lahannya menjadi nonsawit, seperti ke tanaman pangan. Konversi lahan sawit ke tanaman lain menjadi salah satu startegi untuk mengurangi produksi sawit agar harga jualnya bisa lebih stabil.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, pemerintah bis memberikan dukungan untuk membantu petani agar bisa mengkonversi lahannya ke nonsawit, terutama terkait masalah pendanaan selama proses konversi lahan.

“Petani-petani kita punya kapasitas untuk mengkonversinya, baik untuk jangka pendek atau jangka panjang. Kelapa sawit tua bisa ditebang, dalam waktu setahun bisa hasilkan jagung, pisang, ini untuk jangka pendek,” kata Henry di Jakarta, Selasa (18/12).

Sebab, anjloknya harga sawit masih berlangsung hingga kini. Harga jual tandan buah segar (TBS) diakui masih belum menguntungkan petani, seperti di perkebunan sawit Riau harga jual TBS hanya berkisar Rp600 sampai Rp800 per kilogram.

Tak hanya di Riau, petani SPI asal Asahan Sumatera Utara juga menyampaikan kalau harga TBS di daerahnya berkisar Rp600 sampai Rp900 per kilogram. “Kalau harga segitu kami petani pasti merugi, minimal harga berkisar Rp1.200 per kilogram,” kata Wagimin, petani SPI asal Sumatera Utara.

Oleh karenanya, SPI mendukung imbauan Presiden Joko Widodo yang menginginkan agar petani Indonesia tidak tergantung pada sawit, tetapi mengkonversi tanamannya untuk tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, dan tanaman hortikutura. Opsi lainnya petani juga mengkonversi lahannya ke tanaman seperti buah-buahan seperti durian, manggis, dan jengkol.

Menurut Henry, sudah banyak petani SPI yang mengkonversi lahannya dari sawit ke tanaman pangan, seperti di daerah Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara yang beralih menanam padi.

Kebun-kebun sawit, kata dia, bisa dikonversi untuk ladang peternakan sapi, kerbau atau kambing, karena hari ini Indonesia masih impor sapi, kerbau, dan susu, dalam jumlah besar.

SPI pun mengaku tidak kesulitan untuk mengkonversi lahan perkebunan sawit karena peralihan ini sudah diperdiksi terjadi karena sawit Indonesia sudah kelebihan produksi dan harganya sangat bergantung pada pasar global.

Menurutnya, kelebihan produksi tanaman sawit itu terjadi karena pemerintahan tidak memiliki perencanaan dalam menanam seberapa banyak kelapa sawit.

“BPS memprediksi luas kebun kelapa sawit kita ada 14 juta hektar lebih, bahkan ada yang memprediksikan lebih dari jumlah tersebut. Ini karena tidak ada perencanaan yang baik. Jadi kami menyambut baik keputusan moratorium kelapa sawit yang dilakukan pemerintahan sekarang,” katanya.

sumber: katadata.co.id