Pasokan CPO Malaysia Berpotensi Anjlok

Pasokan CPO Malaysia Berpotensi Anjlok

Jakarta – Persediaan minyak kelapa sawit mentah di Malaysia selaku negara produsen terbesar kedua dunia, berpotensi mengalami penurunan selama 5 bulan berturut-turut ke level terendahnya sejak September 2017.

Survei median Bloomberg dari sembilan petani menyebutkan bahwa persediaan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Malaysia anjlok 1,8% menjadi 2,13 juta ton pada Mei dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Penurunan tersebut menjadi titik kemerosotan bulanan terpanjang sejak Mei 2016. Produksi CPO Malaysia juga tercatat turun 3,8% secara month-on-month (mom) dan 9,1% secara year-on-year (yoy) menjadi 1,5 juta ton.

Ekspor CPO Negeri Jiran tercatat merosot 12% menjadi 1,35 juta ton. Malaysian Palm Oil Board akan merilis data resmi pada 11 Juni mendatang.

Analis perkebunan di MIDF Amanah Investment Bank Bhd., Alan Lim di Kuala Lumpur mengatakan bahwa yang menjadi kunci utama dari penurunan tersebut ada pada jumlah produksi.

Penyusutan produksi secara yoy pada Mei menjadi yang pertama kali sejak Juni 2017. “Hal itu menjadi faktor positif bagi harga komoditas CPO, di mana pasar belum menetapkan harga sepenuhnya. Pulihnya produksi setelah el nino kemungkinan telah berakhir,” ujar Lim.

Harga CPO sempat naik 2,8% pada Mei, tercatat sebagai kenaikan bulanan pertama kali sejak Februari karena terdorong oleh reli harga minyak mentah dan pelemahan mata uang ringgit Malaysia, mata uang acuan untuk perdagangan komoditas CPO.

Reli harga CPO terhenti karena laju permintan yang semakin lambat dan sikap kehati-hatian investor setalah kemenangan partai oposisi pada Pemilihan Umum Malaysia pada 10 Mei lalu.

Pada perdagangan Selasa (5/6) di Bursa Malaysia Derivatif, harga CPO ditutup anjlok 7 poin atau 0,29% menjadi 2.402 ringgit per ton dengan membukukan penurunan 1,60% sepanjang tahun berjalan.

POTENSIAL MENGUAT

Sales Manager Okachi Malaysia –perusahaan jasa asar perdagangan berjangka–, Marcello Cultrera mengatakan, harga CPO kemungkinan mendapatkan dukungan agar tetap berada pada kisaran antara 2.350 ringgit hingga 2.450 ringgit dalam jangka pendek.

Keyakinan soal harga itu juga dipicu oleh jumlah produksi yang diperkirakan menurun pada Juni atau hanya mengalami sedikit perubahan karena ada hari libur Ramadan yang dimulai pada Mei dan Idulfitri pada pertengahan Juni.

Pada Juli, kemungkinan produksi akan kembali pulih karena pekerja perkebunan sawit mulai kembali beraktivitas. “Sementara itu, kekhawatiran lesunya permintaan bisa merugikan pasar,” ujar Sathia Varqa, pemilik Palm Oil Analytics di Singapura.

Sementara itu, Badan Survei Kargo SGS Malaysia Sdn., melaporkan bahwa ekspor Malaysia terperosok hingga hampir 10% pada Mei dari jumlah ekspor selama April, dengan pelemahan pengiriman ke India dan Eropa.

Sumber: Bloomberg