Mengulik Transparansi Tata Kelola Sawit Nasional

Mengulik Transparansi Tata Kelola Sawit Nasional

Sawit Notif – Di tengah permasalahan ketersediaan minyak goreng di negeri penghasil sawit terbesar, bagaimanapun industri sawit Indonesia juga menikmati tren kenaikan harga minyak sawit di pasar dunia. 

Secara gamblang, Kemenko Perekonomian mengungkapkan industri minyak sawit memberikan kontribusi sebesar 3.5% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), melampaui sektor migas. 

Menurut salah satu media Jerman, yakni DW Indonesia, pesatnya perkembangan industri sawit nasional sayangnya tidak diiringi dengan transparansi otoritas, serta masih lemahnya tata kelola. 

Dalam webinar Indonesia’s Future in Palm Oil Economy, Kamis (24/02) lalu, Deputi Direktur Program Agrikultur Hutan dan Tata Guna Lahan, World Resources Institute (WRI) Andika Putraditama mengatakan ekspansi sawit selama 3 dekade belakangan ini memang menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia. Tetapi akibat tata kelola industri sawit yang lemah, lingkungan pun menjadi korban. 

Andika mengutip temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, yakni sebanyak 81% perkebunan sawit di Indonesia tidak memenuhi aturan yang berlaku, seperti tidak berizin, ketidaksesuaian hak guna usaha (HGU) dan pelaporan keuangan. 

Akibatnya, pungutan pajak sawit dinilai Andika masih kecil dari potensi yang sebenarnya. Konflik sosial akibat sawit juga ditaksir mencapai 2,5 juta dolar per tahun. Seluruh permasalahan ini, menurutnya dapat dihindari dengan tata kelola sawit yang baik. 

Menanggapi hal ini, ketua Indonesia Palm Oil Association (IPOA), Joko Supriyono menekankan keinginan pihaknya dalam memperbaiki tata kelola untuk memenuhi komitmen pasar, dengan menggunakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). 

Selain itu, Joko juga mengklaim terkait aturan domestic market obligation (DMO) yang juga dapat menjadi salah satu langkah perbaikan tata kelola industri sawit. 

Sumber: DW Indonesia