Kelapa Sawit di Indonesia Miliki Potensi Besar, Ini Datanya

Kelapa Sawit di Indonesia Miliki Potensi Besar, Ini Datanya

Para pengusaha kini mulai menerapakan regulasi yang ada di industri pengolahan kelapa sawit. Penerapan itu dimaksudkan untuk menghilangkan stigma buruk akan pengelolaan kelapa sawit di Indonesia.

Hal ini diungkapkan salah satu pelaku industri kelapa sawit, GM Marketing Assistant Vice President PT Smart Tbk Davy Johan. Dari data yang dirilis EU Parliamentary Report menulis sejak tahun 1965 hingga 2016, menurut Davy, pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit hanya 16,6 juta hektare. Sementara itu, untuk pembukaan lahan kedelai justru mencapai 95,2 juta hektare.

“Ini ada datanya dan bisa dicek, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dari tahun 1965 yang hanya 3,6 juta hektare menjadi 20,2 juta hektare. Peningkatannya hanya 16,6 juta hektare,” ujar Davy saat Media Baking di Pabrik Sinarmas Agribusiness and Food Rungkut, Surabaya, Kamis (2/8/2018).

Di kesempatan yang sama, Davy mengatakan potensi minyak kelapa sawit di Indonesia sangat besar. Hal ini karena Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia yakni 55% karena kelapa sawit hanya tumbuh di negara yang dilewati garis khatulistiwa. Untuk penggunaannya, minyak kelapa sawit juga banyak digunakan daripada minyak-minyak lain, datanya sebesar 37%.

“Indonesia itu penghasil minyak kelapa terbesar di dunia yakni sebesar 55%. Penggunaan minyak kelapa sawit di seluruh dunia itu juga paling besar yaitu 37. %,” kata Davy.

Untuk itu, guna menepis stigma masyarakat ini, Davy mengatakan pihaknya membutuhkan peran penting dari pemerintah dan organisasi. Karena potensi ekspor minyak ini juga sangat luar biasa.

“Potensinya pasar ekspor luar biasa, perlu bantuan pemerintah dan organisasi karena sering banyak tekanan,” kata Davy.

Untuk PT Smart sendiri, Davy mengungkapkan jika pihaknya juga mengekspor cukup banyak. Yaitu 60% untuk produk margarin, cooking oil hingga shortening.

“Ekspornya kita melihat sekarang ekspor branded lebih dari 60% untuk produk margarin, cooking oil, shortening. Terbanyak ada di Cina, yakni seperempat dari itu,” imbuhnya.

sumber:Ā beritajatim.com