Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) optimistis harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global bisa kembali naik di atas level US$ 600 per ton, bahkan menyentuh US$ 700 per ton di akhir tahun.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, pihaknya optimis harga internasional bisa kembali ke level yang ideal dengan syarat perekonomian dunia membaik, penyerapan CPO dalam negeri melalui mandatori B20 semakin lancar dan ekspor ke negara tujuan nomor satu, yakni India kembali bergairah.
“Kalau perekonomian dunia membaik dan pergerakan B20 makin lancar, dan India semakin tinggi serapnya, maka harga [global] bisa kembali di atas US$ 600, bisa juga US$ 700 per ton karena semua orang masih butuh,” ujar Mukti dalam diskusi di Bakoel Koffie, Kamis (25/10/2018).
Demi menggenjot kembali ekspor, Mukti meminta pemerintah menurunkan tarif pungutan ekspor CPO dari yang saat ini US$ 50 per ton menjadi US$ 30 per ton, setidaknya sampai harga minyak sawit bisa kembali ke level US$ 700 per ton.
“Kita usulkan penurunan ini sifatnya sementara sampai harga sentuh US$ 700. Saat harga sampai di level itu, harga TBS [Tandan Buah Segar] akan membaik dan pendapatan petani semakin oke. Itu yang kita harapkan,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan harga TBS di tingkat petani jatuh ke level Rp 700-90/kg dikarenakan banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tidak mau membeli TBS dari petani akibat stok CPO yang ada masih menumpuk.
“Pengusaha enggan menjual CPO-nya hingga menunggu harga [global] bagus. Hal ini diperparah dengan kutipan [pungutan ekspor] US$ 50 per ton,” tulis Darto dalam rilis SPKS, Rabu (24/10/2018).
Mukti mengatakan, harga TBS yang normal bagi petani plasma yang bermitra dengan perusahaan saat ini masih di atas Rp 1.200-1.500/kg, mengikuti penetapan harga di setiap provinsi dan tergantung umur tanaman.
“Yang jadi masalah adalah harga petani swadaya [yang tidak bermitra], itu yang [kena] permainan tengkulak bermacam-macam. Di Bengkulu, [harganya jatuh] ke Rp600 – 800/kg, itu permainan tengkulak,” katanya.
Secara kumulatif, Mukti memperkirakan volume ekspor produk sawit RI pada akhir tahun ini akan turun tipis menjadi sekitar 30 juta ton, dari tahun lalu yang mencapai 31 juta ton.
“Tahun lalu kita ekspor 30 juta sekian, hampir 31 juta ton. Dengan situasi saat ini, harga minyak nabati menurun akibat kedelai banjir di pasar internasional gara-gara perang dagang China-AS, ini menyebabkan ekspor kita sedikit menurun. Kita perkirakan tahun ini sekitar 30 juta,” pungkasnya.
sumber: cnbcindonesia.com