Sawit Notif – Kelapa sawit yang memiliki nama ilmiah Elaeis Guineensis mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1848. Pada awal kemunculannya tanaman sawit ini ditanam di Kebun Raya Bogor. Terdapat empat bibit pertama yang ditanam pertama kali di Kebun Raya Bogor.
Selanjutnya keturunan dari keempat bibit kelapa sawit tersebut disebarkan hingga daerah Sumatera Utara, Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi. Hal ini dilakukan sebagai upaya uji lokasi yang tepat untuk pertumbuhan kelapa sawit. Inilah awal kemunculan industri sawit di Indonesia.
1. Perkembangan Perkebunan Sawit Tahun 1878-1911 di Indonesia
Pada tahun 1878, pembudidayaan kelapa sawit coba dilakukan di Sumatera Utara oleh Deli Maatschappij. Sedangkan, tahun 1911 perusahaan Belgia dan Jerman memulai bisnis sawit secara komersial di Pulau Raja, Sungai Siput, dan Tanah Itam.
Usaha perusahaan Belgia untuk mengembangkan kelapa sawit berhasil. Hal ini menjadi tonggak awal sejarah bisnis perkebunan kelapa sawit secara komersial di Indonesia. Semenjak saat itu banyak perusahaan yang tertarik untuk berbisnis kelapa sawit.
Anda perlu tahu bahwa awal pendirian pabrik kelapa sawit di Indonesia dilakukan pada tahun 1918 di Sungai Liput. Dilanjutkan dengan pembangunan pabrik kelapa sawit di Tanah Itam pada tahun 1922.
Keberadaan pabrik kelapa sawit di daerah hulu, menyebabkan munculnya keinginan untuk mengembangkan tanaman kelapa sawit di hilir. Pada tahun 1975 daerah hilir mulai melirik bisnis kelapa sawit dengan membangunĀ industri hilir pertama di Sumatera Utara.
2. Terbentuknya BUMN Pertama di Indonesia
Proses komersialisasi kelapa sawit semakin berkembang di Indonesia dengan banyaknya minat untuk memulai bisnis ini. Meskipun pada awalnya perkembangan kelapa sawit dipengaruhi oleh dinamika politik.
Perubahan kekuasaan pemerintahan Indonesia dari kolonial menjadi nasionalisme membawa pengaruh besar bagi bisnis kelapa sawit. Bisnis ini menjadi cikal bakal kemunculan Badan usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia.
Pada tahun 1977, pemerintah Indonesia melakukan kerja sama dengan World bank untuk membuat proyek besar. Terdapat proyek model perkebunan kelapa sawit yang bersinergi dengan petani dan perusahaan yang disebut Perkebunan Inti Rakyat (PIR).
Perkebunan Inti Rakyat yang meningkatkan keuntungan kelapa sawit pada masa tersebut. Proyek ini juga dikenal dengan sebutan NES atau Nucleus Estate and Smallholders yang pengaruhnya sangat penting bagi perkembangan kelapa sawit.
3. Industri Sawit Indonesia Mengalahkan Malaysia
Perkembangan bisnis kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat dengan adanya proyek PIR. Petani dan perusahaan bersinergi untuk menciptakan hasil kebun yang dapat dijual dengan harga yang mahal.
Pemerintah Indonesia melakukan investasi bisnis kelapa sawit dengan membuat peraturan yang resmi mengenai usaha ini. Hal ini menyebabkan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit semakin meningkat di Indonesia dan bisa mengalahkan Malaysia.
Kini, Industri sawit Indonesia telah mencapai puncak kejayaannya dengan menjadi produsen minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, mengalahkan Malaysia dan Thailand. Pada periode 2023/2024, Indonesia memproduksi sekitar 44 juta metrik ton CPO, yang merupakan 57% dari total produksi global. Malaysia, di sisi lain, hanya memproduksi sekitar 19,71 juta metrik ton, sementara Thailand menghasilkan sekitar 3,6 juta metrik ton1.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari luasnya lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yang mencapai lebih dari 15 juta hektar pada tahun 2023. Provinsi Riau menjadi wilayah dengan lahan perkebunan terluas, diikuti oleh Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah1. Industri sawit telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara dan menciptakan lapangan kerja bagi jutaan orang.
Sejak tahun 2006, Indonesia telah memegang status sebagai produsen sawit terbesar di dunia. Keberhasilan ini dicapai melalui berbagai strategi, termasuk diplomasi ekonomi yang kuat dan pengembangan industri yang berkelanjutan2. Pemerintah Indonesia terus mendorong inovasi dan peningkatan produktivitas di sektor ini untuk mempertahankan posisi dominannya di pasar global.
Namun, industri sawit Indonesia juga menghadapi tantangan, termasuk isu lingkungan dan keberlanjutan. Kebakaran hutan yang sering terjadi di wilayah perkebunan menjadi perhatian utama, mengingat dampaknya terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi sangat penting.
Secara keseluruhan, industri sawit Indonesia telah menunjukkan kekuatan dan potensinya sebagai pemimpin global. Dengan terus berinovasi dan mengatasi tantangan yang ada, Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai raja sawit dunia.(SD)