Pungutan Ekspor Dibebaskan, Petani Berharap Harga Sawit Kembali Stabil

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) berharap kebijakan pemerintah terkait pembebasan sementara pungutan ekspor sawit mampu menstabilisasi harga Tandan Buah Segar (TBS). Pemerintah pun meminta supaya pengusaha pabrik mau membeli hasil produksi petani sawit dengan harga yang lebih baik.

Ketua Umum SPKS Mansuetus Darto menjelaskan pengusaha yang mendapatkan pembebasan sementara pungutan ekspor seharusnya mau membeli TBS dengan harga yang lebih tinggi. “Harapan kami ada stabilisisasi harga TBS,” kata Darto di Jakarta, Rabu (28/11).

Sebab, pembebasan sementara pungutan ekspor bisa sedikit membantu meningkatkan daya saing produk sawit yang dijual ke luar negeri. Sehingga, pengusaha seharusnya tidak membebankan biaya ke harga pembelian di tingkat petani, melainkan membantu memperbaiki harga pembelian.

Darto juga meminta ada kebijakan konkret dari pemerintah untuk mengerem dampak buruk dari penurunan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) secara global. “Seperti solusi yang dilakukan 2008 lalu, ada subsisi kepada pabrik untuk beli TBS petani, sekarang belum ada tindakan itu,” ujarnya.

Pemerintah diminta bisa ikut serta dalam program kelembagaan petani supaya akses pasar dan akses finansial petani semakin kuat. Saat ini, banyak tengkulak mau membeli TBS dari petani dengan perbedaan harga mencapai Rp 500 per kilogram.

Karenanya, dengan keterlibatan pemerintah dan kelembagaan diharapkan memungkinkan daya tawar petani lebih tinggi kepada pengusaha dan pabrik. Sehingga, petani mampu menjual TBS dengan harga tanpa dibebani potongan kepada pengusaha agar bisa menerima pendapatan lebih besar.

Terkait peningkatan kesejahteraan petani, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang pun meminta perusahaan agar mau membeli TBS petani dengan harga sebagaimana yang tercantum dalam aturan Pemerintah Daerah dengan acuan keputusan Kementerian Pertanian. Pemerintah meminta pengusaha konsisten untuk memberikan jaminan kepada petani dengan harga beli yang normal.

Menurutnya, harga TBS di tingkat petani seharusnya mencapai level Rp 1.400 per kilogram. Namun pada praktiknya, ada perusahaan yang membeli TBS dengan harga tak sampai Rp 500 per kilogram. “Kami harap mereka mau mengeluarkan insentif yang lebih besar lagi setelah ada kebijakan penurunan pungutan ekspor,” kata Bambang.

Dia menegaskan, ketidakpatuhan terhadap aturan Pemerintah Daerah untuk harga pembelian TBS bisa dikenai sanksi. Nantinya, pengusaha atau pabrik yang masih membeli harga murah akan terkena hukuman administrasi.

Pemerintah memutuskan untuk membebaskan sementara pungutan ekspor CPO menjadi US$ 0 dari tarif yang dikenakan sebelumnya sebesar US$ 50 per ton. Kebijakan berdasarkan harga komoditas sawit yang terus merosot di pasar internasional.

Dia menjelaskan, harga CPO merosot tajam hanya dalam kurun waktu 9 hari. Harga CPO turun dari US$ 530 per ton hingga menyentuh US$ 420 per ton, sementara biaya produksi CPO mencapai US$ 500 per ton.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2018 mengatur pungutan untuk ekspor CPO dan turunannya ditetapkan sebesar US$ 50 per ton, US$ 30 per ton, dan US$ 20 per ton. Aturan itu akan direvisi dengan memasukkan aspek harga dalam kaitannya dengan pungutan ekspor sampai harga CPO kembali stabil.

Pungutan ekspor bakal kembali dikenakan jika harga CPO telah mencapai US$ 500 per ton dengan tarif sebesar US$ 25 per ton, US$ 10 per ton, dan US$ 5 per ton. Tarif pungutan akan kembali seperti semula jika harga CPO di pasar internasional telah mampu melewati US$ 549 per ton.

sumber: katadata.co.id