Jakarta – Harga minyak sawit mentah (CPO) global diperkirakan akan memasuki masa peningkatan (bullish) setelah tahun 2021. Ini terjadi lantaran adanya proyeksi penurunan produksi di Indonesia dan Malaysia selaku produsen minyak sawit dunia sepanjang periode 2022 hingga 2025.
Dari hasil laporan Rabobank yang didapat InfoSAWIT, Rabu (6/5/2018), memprediksi bakal ada penurunan produksi tandan buah segar (TBS) sawit lantaran rata-rata umur pohon dihampir seluruh perkebunan kelapa sawit yang sudah tua, terbatasnya lahan yang tersedia untuk ekspansi dan kegiatan penanaman kembali (replanting) yang tidak memadai di kedua negara-negara.
Menurut penuturan Senior Analyst of Grains & Oilseeds, Food & Agribusiness, Oscar Tjakra, biasanya, dibutuhkan waktu empat tahun untuk perkebunan kelapa sawit bisa layak secara komersial, dan menghasilkan hampir 10 ton TBS per hektar.
Dimana puncak produksi pada umur pohon sawit pada kisaran sembilan hingga 17 tahun, dengan menghasilkan produksi di atas 25 ton TBS per hektar. Serta hasil produksi TBS akan menurun di bawah 15 ton per hektar akibat umur pohon sawit diatas 25 tahun. “Saat ini di Malaysia dan Indonesia, kami memperkirakan bahwa rata-rata umur pohon kelapa sawitnya masing-masing sekitar 36% dan 9% berada pada umur diatas 25 tahun,” kata Oscar.
Dalam laporan Rabobank ini juga ditemukan bahwa pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) untuk konsumsi minyak sawit global mencapai 2,8% dalam periode 2018 hingga 2030. Sementara pertumbuhan produksi rata-rata per tahun hanya mencapai 1,4%. Dengan kondisi ini maka akan berdampak pada harga minyak sawit global, utamanya karena adanya permintaan jangka panjang dari pasar domestik Asia Tenggara, India dan Afrika.
Sebab itu Oscar Tjakra menyimpulkan, dalam waktu dekat, masih rendahnya harga minyaks awit saat ini -sebelum tahun 2022- dapat menyebabkan banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan efisiensi operasional guna mengurangi biaya produksi, dan mempercepat konsolidasi di industri.
Saran Oscar, dalam jangka panjang, penting bagi produsen untuk melakukan penanaman kembali (replanting) untuk meningkatkan pasokan minyak sawit secara berkelanjutan. Program penanaman kembali juga penting untuk perkebunan kelapa sawit skala kecil, yang masing-masing menyumbang 39% dan 33% dari total perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia.
Meskipun ada tantangan jangka pendek seperti potensi kehilangan pendapatan selama tiga hingga empat tahun pertama pada periode penanaman kembali. “Kegiatan ini dapat mencegah perusakan hutan dan meningkatkannya produktivitas serta kesejahteraan bagi petani kecil dalam jangka panjang,” tandas Oscar.