Penataan Kebun Sawit di Kawasan Hutan dengan Strategi Jangka Benah

Penataan Kebun Sawit di Kawasan Hutan dengan Strategi Jangka Benah

Sawit Notif – Strategi Jangka Benah (SJB) diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka penyelesaian sengketa dan penataan kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Pemerintah menilai strategi ini dapat menjadi sebuah solusi jalan tengah untuk menyelesaikan tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan yang melanggar, salah satunya untuk perkebunan kelapa sawit.

Tim Strategi Jangka Benah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Susanti menyebutkan, Jangka Benah merupakan periode perbaikan struktur dan fungsi ekosistem hutan yang terganggu atau rusak akibat dari ekspansi perkebunan kelapa sawit monokultur terhadap kawasan hutan. Hal ini disampaikan dalam Webinar bertajuk ‘Strategi Jangka Benah, Solusi Bagi Kesejahteraan Rakyat dan Kawasan Hutan’, mengutip Suara.com (27/10).

Nantinya, SJB dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan untuk mengubah kebun kelapa sawit monokultur menjadi kebun campur sawit dalam bentuk agroforestri, seperti penambahan spesies tanaman berkayu pada kebun kelapa sawit monokultur. Lalu tahap kedua dilakukan untuk meningkatkan struktur dan fungsi agroforestri kelapa sawit, agar struktur dan fungsinya dapat menyerupai hutan alami (close to nature). 

Ari memberikan contoh penerapan berbagai macam model kebun sawit campur di beberapa daerah, antara lain Bukit Bamba yang menerapkan pencampuran sawit dengan jengkol, pete, sungkai, dan jelutung, serta Kalimantan Tengah yang menerapkan pencampuran sawit dengan sayur mayur seperti sawi. 

Mewakili dinas setempat, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Suwanto menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik inisiatif tersebut, mengingat total luas tutupan sawit di Kalimantan Tengah mencapai 1,7 juta hektar, namun yang memiliki izin hanya 1,3 juta hektar, ditambah dengan 600 ribu dari total luasan tersebut berada di kawasan hutan. 

Sri berharap, kedepannya SJB tidak lagi menempel pada perizinan lain, tetapi dapat dibuatkan peta indikatif. Selain itu, SJB juga diharapkan terus disosialisasikan agar dapat memberikan kontribusi, kesejahteraan, serta penghasilan yang lebih besar daripada sistem monokultur. 

Tanggapan dari pihak petani datang dari Ketua Kelompok Hutan Tani (KHT) Kasang Panjang, Makmud Murod, ia mengatakan 83 anggota kelompoknya telah melaksanakan SJB selama dua tahun, dengan total luas lahan 55 hektar dari 283 hektar lahan yang ada. Tak bisa ditampik, Makmud mengakui bahwa strategi SJB selalu berhadapan dengan pola pikir masyarakat yang terkadang masih acuh tak acuh. Oleh karena itu, Makmud berharap program SJB tidak hanya berjalan dalam jangka pendek, melainkan diteruskan dengan pembinaan di lapangan. 

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Erna Rosdiana. Erna mengatakan, kebijakan Jangka Benah merupakan proses untuk kepentingan ekonomi yang saat ini menjadi kepentingan masyarakat. Untuk itu, diharapkan semua bisa terlindungi dengan Jangka Benah, dalam kurun waktu lebih dari 15 – 25 tahun. 

Kegiatan uji coba di beberapa tempat, seperti Kalimantan Tengah selayaknya dapat segera diimplementasikan di kawasan-kawasan hutan di daerah lain, tentunya dengan didukung oleh kolaborasi lintas sektor, baik kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. Sebab, SJB dikatakan Erna merupakan urusan kesejahteraan rakyat, maka secara langsung juga menjadi urusan semua sektor. 

Sumber: Suara.com