Harga minyak kelapa sawit yang terus anjlok tak hanya berdampak buruk bagi petani atau pihak perkebunan kelapa sawit. Dampaknya juga mulai mengancam kelangsungan operasional Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS).
Sementara harga Tandan Buah Segar (TBS) yang terus anjlok sangat mempengaruhi Harga Pokok Produksi (HPP) yang merugikan PMKS saat ini. Harga beli ditampung oleh pabrik sekitar Rp 880 hingga Rp 900 per kilogram. Sedangkan harga di tingkat petani yang dibeli oleh para agen sekitar Rp 680 hingga Rp 700 per kilogram.
“Dampak negatif dari penurunan harga sawit, selain sangat dirasakan langsung oleh petani, juga menjadi ancaman bagi kelangsungan operasional PMKS. Tak tertutup kemungkinan PMKS menghentikan operasinya atau tutup sementara demi menghindari kerugian yang lebih besar,” ujar Jamaluddin SH, pengusaha Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Nagan Raya kepada Serambi, Minggu (7/7).
Ia menambahkan, meski di bawah bayang-bayang kerugian, pihaknya dan para pemilik PMKS yang ada di wilayah Aceh khususnya Nagan Raya masih komitmen dan terus berupaya mengoperasikan pabrik mereka saat ini. Hal itu dilakukan sebagai wujud keberpihakan perusahaan dalam membantu masyarakat petani sawit menyalurkan TBS mereka.
“Kami belum terpikir untuk menghentikan produksi. Meski dalam situasi sulit, kami akan berupaya maksimal menjalankan produksi guna menampung sawit petani, sambil berharap harga minyak sawit dunia segera membaik,” ungkap Jamaluddin.
Disebutkan, terkait hasil rapat kelompok kerja teknis tim rumus harga TBS kelapa sawit produksi petani plasma Provinsi Aceh yang ditetapkan setiap bulan sebagai acuan, menurut Jamaluddin sangat sulit untuk dipenuhi oleh PMKS. Sebab, standar harga yang ditetapkan setiap bulan tidak sejalan dengan fluktuasi harga sawit internasional yang sangat dinamis dan berubah setiap waktu.
sumber: tribunnews.com