Sawit Notif – Di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19, Indonesia memiliki momentum positif di industri minyak sawit berkelanjutan. Di mana, pada tahun 2021 ini, tercatat nilai ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 29 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Jumlah tersebut meningkat 115 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, momentum positif tersebut rentan mengalami gangguan akibat dari maraknya isu dan sentimen negatif yang berujung pada perlakuan diskriminatif terhadap sawit.
Pada Sabtu (4/12) lalu, terselenggara acara 9th Ministerial Meeting (MM) Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di Jakarta. Acara tersebut memberi kesempatan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) yang juga merupakan Ketua Delegasi Indonesia, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa perkembangan kebijakan diskriminatif terhadap minyak sawit akan merugikan pembangunan sektor sawit.
Maka Airlangga menilai, CPOPC berperan penting untuk mempertahankan posisinya untuk mendukung dan menjaga kepentingan bersama, antar negara-negara produsen minyak sawit.
Dalam pertemuan itu, negara-negara anggota CPOPC membahas topik seputar market outlook, kenaikan harga, kestabilan harga, program mandatori biodiesel B30, dan sembilan agenda penting kedepan. Mengutip Kompas.com, adapun ke-sembilan agenda penting tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, adopsi/pengesahan melalui penandatanganan Protocol to Amend, Adoption of CPOPC Work Plan and Budget 2022 and Annual Contribution 2022. Kedua, pengadopsian CPOPC Policy and Strategy Direction.
Ketiga, pengadopsian CPOPC Policy and Strategy Direction. Keempat, pengadopsian Rules of Procedure of MM and SOM of CPOPC.
Selain keempat agenda penting, negara-negara anggota juga diharuskan melakukan beberapa langkah penting usai pertemuan tersebut.
Pertama, negara anggota sudah menyetujui protokol untuk Mengubah Piagam (Protocol to Amend) CPOC. Hal ini harus dilakukan sebagai bagian dari prosedur ratifikasi dalam proses internal masing-masing negara. Anggota yang akan datang juga harus meratifikasi protokol tersebut sebelum diizinkan bergabung. Di poin ini, Airlangga menegaskan anggota yang masuk akan memperkuat organisasi CPOPC dan meningkatkan upaya promosi pengembangan kelapa sawit berkelanjutan secara global. Nantinya, Sekretariat CPOPC juga akan diperkuat dengan perubahan pimpinan dari direktur eksekutif menjadi sekretaris jenderal.
Kedua, negara anggota harus membuat roadmap jelas untuk menarik negara-negara prioritas menjadi anggota CPOPC, sesuai kriteria yang tercantum dalam Protocol to Amend. Perluasan keanggotaan ditujukan sebagai salah satu key performance indicators pada 2022.
Ketiga, setelah mengadopsi The Global Framework of Principles on Sustainable Palm Oil, sekretariat harus menyediakan langkah-langkah penting untuk mengimplementasikan kerangka kerja dengan rekan internasional yang relevan. Khususnya dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ataupun dengan produsen minyak nabati besar. Sehingga visi bersama dapat disadari untuk membuat satu standar keberlanjutan bagi minyak konsumsi.
Keempat, sekretariat CPOPC harus menerjemahkan isu prioritas berisi Strategy and Policy Direction menjadi berbagai program dan inisiatif, tidak terbatas pada manajemen penawaran, permintaan, dan perkiraan harga, tetapi seluruh permasalahan yang dihadapi oleh anggota dan non anggota secara koheren dan terkoordinasi.
Kelima, melakukan pengawasan, penelaahan, dan pengkritikan kampanye advokasi untuk menghasilkan sinergitas dan dampak yang terukur. Tujuannya untuk mempromosikan minyak sawit berkelanjutan sekaligus mengurangi sentimen negatif.
Keenam, sejalan dengan Presidensi G20 Indonesia sejak Desember 2021, Sekretariat CPOPC juga berencana menyebarkan perspektif dan kepentingan negara-negara produsen minyak sawit ke dalam beberapa forum G20.
Ketujuh, berkaitan dengan salah satu visi utama CPOPC yaitu mensejahterakan hidup jutaan petani kelapa sawit di berbagai negara produsen minyak sawit seluruh dunia, dengan pembuatan program yang didedikasikan untuk petani.
Kedelapan, sekretariat juga harus memberikan lebih banyak masukan dan rekomendasi untuk negara anggota mengenai kebijakan dan regulasi yang terus berkembang. Begitu pula untuk negara lain yang mengonsumsi minyak sawit karena akan memengaruhi industri minyak sawit.
Pertemuan ke-9 CPOPC di tahun ini terdiri atas beberapa sesi yang diikuti anggota CPOPC Indonesia dan Malaysia, serta turut dihadiri oleh negara pengamat atau observer countries Kolombia, Ghana, Honduras, dan Papua Nugini.
Sumber: Kompas.com