Harga CPO Anjlok, Pemerintah Kaji Ulang Pungutan Sawit

Harga CPO Anjlok, Pemerintah Kaji Ulang Pungutan Sawit

Pemerintah mengaku tengah mengkaji ulang besaran pungutan ekspor produk minyak sawit dan turunannya. Kajian dilakukan seiring anjloknya harga minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) global. Diperkirakan kajian tersebut rampung dalam 2-3 bulan ke depan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan industri kelapa sawit saat ini tengah menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya terkait penurunan harga CPO. Sepanjang tahun ini, harga CPO anjlok 23,7 persen dari US$636 per ton pada awal 2018 menjadi US$485 per ton.

“Indonesia saat ini adalah produsen terbesar sawit, ini berarti apa pun yang dilakukan Indonesia akan menentukan harga CPO global, karena itu kami siapkan dua paket kebijakan untuk menjaga daya saing sawit,” ujarnya dalam Konferensi Minyak Sawit Internasional (IPOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (1/11).

Darmin menjelaskan paket tersebut terdiri dari kebijakan-kebijakan untuk menjaga suplai dan mendorong permintaan. Untuk yang terkait dengan suplai, pemerintah kini tengah mengkaji ulang besaran pungutan ekspor sawit.

“Kami sedang mengaji pungutan sawit, tapi belum di posisi final. Indonesia ini price setter (penentu harga). Jadi kami harus berhitung hati-hati karena bisa saja harga (CPO) malah turun. Kajian akan selesai 2-3 bulan ke depan,” terang Darmin.

Saat ini, menurut dia, stok minyak sawit di dalam negeri mencapai 5 juta ton. Ia memperkirakan stok tersebut harus turun ke kisaran 2 juta ton agar harga CPO terangkat.

“Ini butuh waktu, bukan main sulap,” kata dia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2018, besaran pungutan ekspor sawit terbagi menjadi US$50 per ton untuk CPO, US$3-40 untuk produk buah sawit dan turunan CPO.

Darmin mengklaim pungutan ekspor produk sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) telah mendorong hilirisasi di industri sektor tersebut. Produk CPO yang semula mendominasi ekspor mencapai 56 persen pada 2008, kini tersisa 24 persen pada 2017.

“Ini insentif bagi industri hilir di dalam negeri. Kita memang kalah dari Malaysia karena mereka mulai lebih dulu, tapi hilirisasi industri ini bergerak cepat sekali, siapa yang tahu lima tahun lagi,” ungkap dia.

Selain mengkaji ulang besaran pungutan sawit, menurut Darmin, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan moratorium izin lahan sawit, kebijakan satu peta, penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH) dan memperkuat pelaksanaan sertifikasi sawit (ISPO) guna menjaga suplai.

Sementara itu, terkait upaya menjaga permintaan sawit, Darmin menyebut pemerintah kini tengan mendorong implementasi kebijakan biodiesel 20 persen (B20) dan kebijakan untuk mendorong hilirisasi produk di dalam negeri.

sumber: cnnindonesia.com