Banda Aceh – Ketua Komisi II DPRA Bidang Perekonomian, Nurzahri, mengatakan harga sawit petani di Nagan Raya yang dibeli agen pengumpul Rp 400-500/Kg sangat tidak pantas, apalagi di daerah tetangga Nagan Raya saja, yaitu Meulaboh, Aceh Barat, pedagang pengumpulnya masih membeli dengan harga normal Rp 1.000-1.100/Kg. Oleh karena itu, pihak DPRA memberi waktu sebulan kepada Pihak Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh untuk menetapkan harga sewajarnya, apalagi di daerah itu juga ada pabrik kelapa sawit (PKS).
Nurzahri menyampaikan hal ini dalam rapat pembahasan penetapan harga jual sawit antara pihak Distabun Aceh dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapsi) Aceh, Ombudsman Aceh, dan Komisi II DPRA di ruang Banggar DPRA, Banda Aceh, Senin (30/7). Menurutnya, rapat itu mereka gelar karena sebelumnya ada laporan dari Ikatan Pemuda Nagan Raya kepada DPRA terhadap harga sawit di kabupaten tersebut dan mereka menduga ada permainan di tingkat pedagang pengumpul. “Harga pembelian Rp 400-500 per kilogram sangat tidak wajar,” tegas Nurzahri.
Menurut Nurzahri, untuk menetapkan harga jual sawit di tingkat petani, semestinya pihak Distabun Aceh bisa berkoordinasi dan survei ke berbagai daerah yang memiliki kebun sawit dan PKS. “Harusnya setiap memasuki Januari tahun berjalan, pihak Distabun Aceh bersama Distanbun Kabupaten/Kota serta Gabsi bersama Ombudman di Aceh membuat kesepakatan penetapan harga beli sawit pada petani dengan harga yang wajar,” timpal Wakil Ketua Komisi II DPRA, Ramadhana Lubis didampingi anggota Yahdi Hasan.
Adapun kesimpulan rapat itu kemarin, pihak DPRA memberi waktu sebulan kepada Distanbun Aceh untuk menetapkan harga beli sawit petani yang wajar, membuat rayonisasi pemetaan penjualan kelapa sawit per wilayah atau per kabupaten/kota. Selain itu, juga membentuk koperasi, unit usaha kelompok sawit atau membentuk Badan Usaha Desa/Gampong guna menjadi lembaga yang menampung hasil buah sawit petani untuk bisa dijual kepada PKS di daerah masing-masing.
“Komisi II tetap akan melibatkan Ombudsman Aceh untuk masalah penanganan tata niaga kelapa sawit ini. Dalam rapat berikutnya, kita akan undang Disperindag dan Badan Ketahanan Pangan. Tata Niaga TBS kelapa sawit ini tidak hanya menjadi tupoksi Distanbun Aceh, melainkan juga dinas teknis lainnya, seperti Disperindag dan Badan Ketahanan Pangan. Ketiga lembaga ini harus peka terhadap anjloknya harga komoditi perkebunan rakyat,” ujar Nurzahri.
Sementara itu, Kepala Ombudsman Aceh, Dr Taqwaddin yang hadir dalam rapat itu juga mempertanyakan kepada Kadistabun Aceh, A Hanan SP MM kenapa hingga kini belum menetapkan harga jual sawit petani, padahal sudah bulan ketujuh 2018. Padahal saat ini juga sudah ada Qanun Perkebunan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada petani sawit.
Menanggapi hal ini, Kadistabun Aceh, A Hanan mengatakan pihaknya juga sudah merencanakan rapat dengan pegusaha perkebunan sawit dan PKS untuk penetapan harga beli tandan buah segar (TBS) sawit petani bersama PLT Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah. Tetapi karena jadwal Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah belum ada pada bulan ini, maka digeser ke Agustus 2018. “Insya Allah Agustus ini akan tuntas setelah pelaksanaan rapat dengan pengusaha kelapa sawit dan PKS dilaksanakan,” janji A Hanan.
sumber: tribunnews.com