Jakarta – Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) kembali mendapat dorongan dari harapan akan peningkatan permintaan dari India. Rendahnya curah hujan membuat ekspektasi hasil panen perkebunan kedelai dan kacang tanah semakin rendah.
Menurut seorang pejabat senior di Kementerian Perindustrian India, impor minyak nabati Negeri Kari kemungkinan akan naik sebesar 7,3% secara tahunan (year-on-year/YoY) di tahun fiskal 2019/2020.
Naiknya permintaan dari negara importir minyak sawit terbesar di dunia tentu saja memberi fondasi bagi penguatan harga.
Pada perdagangan hari Senin (22/7/2019) harga CPO kontrak pengiriman September di Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMDEX) ditutup menguat 0,66% ke level MYR 1.986/ton.
“Hujan sangat jarang terjadi pada area perkebunan. Itu akan memangkas hasil panen kacang tanah, kedelai, dan kapas,” ujar Govindbhai Patel, direktur pelaksana G.G Patel & Nikhil Research Company, dikutip dari Reuters.
Curah hujan yang terjadi di India sejak awal musim monsun 1 Juni 2019 terpantau lebih rendah 18% di bawah rata-rata. Bahkan curah hujan di beberapa wilayah lebih rendah 37% di bawah rata-rata, berdasarkan data dari Departemen Meteorologi India (India Meteorological Department/IMD).
Kondisi curah hujan yang rendah diramal akan memaksa India untuk mengimpor 16,1 juta ton minyak nabati pada tahun pemasaran baru yang dimulai pada 1 November 2019 mendatang. Jumlah tersebut naik dari tahun ini yang sebesar 15 juta ton.
Sebagaimana yang telah diketahui, India mengimpor dua pertiga dari total kebutuhan minyak sayur sejak dua dekade lalu. Ada produksi domestik namun tidak pernah mencukupi. Dua pertiga dari total impor minyak nabati India adalah minyak sawit.
Selain itu ada pula sentimen positif terkait kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS)-China yang berpotensi mengerek harga CPO lebih tinggi lagi. Mengutip kantor berita Xinhua, Cina bersedia membeli lebih banyak produk pertanian asal AS. Komisi Tarif dan Kepabeanan China dikabarkan sedang mengurus izin impor tersebut.
“Kementerian terkait di China berharap AS bisa segera bertemu dengan pemerintah, dan ingin agar AS menepati janjinya, ” tulis Xinhua.
Pemerintah China juga dikabarkan tengah berdiskusi dengan perusahaan milik negara maupun swasta terkait rencana untuk meningkatkan pembelian produk pertanian AS.
Perlu diingat bahwa China merupakan pembeli utama produk-produk AS, termasuk kedelai. Sejak perang dagang berkecamuk tahun lalu, pembelian kedelai AS mengalami penurunan. Hal itu pula yang menyebabkan stok kedelai AS melimpah dan menekan harganya.
Kini ada peluang permintaan kedelai kembali meningkat. Stok bisa berkurang dan mengangkat harganya. Pergerakan harga kedelai dan minyak sawit seringkali searah dan saling mempengaruhi. Hal itu karena minyak kedelai merupakan substitusi minyak sawit. Keduanya saling bersaing di pasar minyak nabati global.
sumber: cnbcindonesia.com