Sawit Notif – Ombudsman RI menyimpulkan bahwa harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit atau minyak goreng sawit curah tidak berfungsi di beberapa daerah karena distribusi dan sistem logistik yang dibatasi oleh kondisi geografis, serta perbedaan harga yang jelas antara harga minyak goreng sawit curah dengan minyak goreng sawit premium.
Mengutip Infosawit.com, Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menilai pemerintah perlu meningkatkan optimalisasi ketersediaan dan keterjangkauan produk minyak goreng sawit di seluruh Indonesia. Kemudian, menurutnya pemerintah lalai dalam implementasi pengendalian dan pengelolaan stok komoditas minyak goreng, dimana stok CPO dikuasai oleh pihak swasta.
Dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Republik Indonesia, mengenai mengenai ketidakefisienan pasokan dan stabilisasi minyak goreng sawit, direkomendasikan agar pemerintah mencabut kebijakan DMO (domestic market obligation) minyak goreng.
Yeka Hendra Fatika mengungkapkan bahwa penerapan DMO yang dilakukan oleh pelaku usaha hanya berfokus pada distribusi minyak goreng sawit ke wilayah yang secara geografis lebih dekat dari domisili atau rantai pasoknya.
Yeka juga menyebutkan bahwa aturan DMO yang berlaku saat ini juga memberi dampak terhadap terhambatnya proses penerbitan persetujuan ekspor bagi para pelaku usaha.
Maka dari itu, Yeka mengatakan pemerintah perlu melakukan reformulasi terhadap kebijakan DMO, serta melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap pembentukan organisasi atau badan khusus yang membidangi perkelapasawitan.
Sumber:Infosawit.com