Sawit Notif – Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), dan Domestic Price Obligation (DPO), serta Crude Palm Oil (CPO) yang berubah-ubah dinilai menjadi biang keladi gejolak ketersediaan minyak goreng dalam negeri yang berujung pada kelangkaan dan tingginya harga.
Mengutip Suara.com, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI), Tungkot Sipayung mengatakan, cepatnya perubahan kebijakan pasti menghambat dan mengurangi daya saing indutri kelapa sawit.
Tungkot juga menjelaskan bahwa Tungkot menjelaskan, sebagai produsen dan konsumen CPO terbesar di dunia, pemerintah Indonesia dan berbagai asosiasi kelapa sawit pada tahun 2011 telah membuat grand policy industri sawit dengan mekanisme kombinasi antara pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK), hilirisasi dan peningkatan penggunaan konsumsi domestik baik untuk energi maupun makanan dan oleokimia.
Beliau juga mengatakan bahwa kombinasi kebijakan ini bagus sekali guna mewujudkan kepentingan Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia dan sekaligus juga sebagai konsumen terbesar. Tujuan utamanya, untuk menyeimbangkan ekspor dan kepentingan domestik.
Menurutnya, mekanisme ini sangat mudah diterapkan, jika harga CPO di pasar dunia tinggi, cukup menaikkan PE dan BK agar tidak semua produksi CPO terserap untuk pasar ekspor.
Kemudian, ketika harga rendah, pemerintah tidak punya pilihan selain menurunkan PE dalam upaya meningkatkan penyerapan dalam negeri.
Namun untuk saat ini, Tungkot beranggapan bahwa “Pemerintah telah keluar jalur, seharusnya ketika harga internasional naik ya tinggal naikan saja PE -nya, sehingga tidak perlu menunggu sampai minyak goreng menghilang di dalam negeri. Dan kalau sudah stabil baru diturunkan pelan-pelan.”ujarnya.
Maka itu menurutnya, gonta-ganti kebijakan DMO dan DPO akan menimbulkan ketidakpastian berusaha dan juga membuat resiko rawan akan pelanggaran, karena telah berpijak diluar kebijakan yang sudah dibangun fondasinya.
Tungkot juga mengatakan, “Yang benar dalam kebijakan yang lalu bisa menjadi salah di kebijakan berikutnya. Itulah, maka pengusaha menjadi korban dalam kebijakan tersebut. Kita melihat jika ada kasus hukum yang menyimpang, kita hormati proses hukumnya. Kedepan jangan sampai kebijakan yang buat justru membawa korban,” tegasnya.
Sumber: Suara.com