Sawit Notif – Greenpeace Indonesia bersama dengan ahli lembaga geospasial The TreeMap melakukan analisis terbaru yang menemukan pelanggaran pemanfaatan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 3,12 juta hektare yang berada di dalam kawasan hutan, termasuk diantaranya kawasan hutan lindung dan hutan konservasi, mengutip dari VOAIndonesia.com(22/10).
Analisis tersebut dihasilkan dari penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 2001 hingga 2019, dimuat dalam laporan Greenpeace berjudul “Laporan Sawit Ilegal Dalam Kawasan Hutan: Karpet Merah Oligarki”.
Sebagian besar dari total luasan lahan tersebut dimiliki oleh para petani kecil atau smallholder, luasnya berkisar 1,56 juta hektare. Sedangkan jumlah perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan lindung mencapai 148 ribu hektare, serta kawasan konservasi mencapai sekitar 90 ribu hektare.
Keberadaan lahan sawit tersebut disayangkan oleh pihak Greenpeace Indonesia, sebab cakupan wilayah hutan lindung dan kawasan konservasi seharusnya memiliki fungsi utama perlindungan terhadap ekosistem.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menyampaikan salah satu kasus pelanggaran yang terjadi, yaitu telah terjadi aksi penggundulan 100 hektare area hutan konservasi Taman Wisata Alam Gunung Melintang, Sambas, Kalimantan Barat oleh salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah mengantongi izin usaha perkebunan. Bahkan diketahui luas perkebunan yang telah dikantongi izinnya mencapai tujuh ribu hektare.
Per 2019, Greenpeace Indonesia mengindikasikan perkebunan kelapa sawit yang melanggar telah mencaplok ratusan ribu hektare habitat asli satwa liar seperti orang utan, harimau, dan gajah di Sumatera dan Kalimantan. Akibatnya, permasalahan berupa konflik antara manusia dengan hewan liar semakin meningkat.
Penemuan lainnya, sepanjang tahun 2001 – 2019, total 870.995 hektare luas hutan primer yang berada dalam kawasan hutan telah berubah menjadi perkebunan sawit, dan diperkirakan telah menghasilkan sekitar 104 juta metrik ton karbon, setara dengan 33 kali emisi karbon tahunan yang dihasilkan untuk konsumsi listrik oleh semua rumah di Jakarta.
Sejatinya, penyelesaian sawit tanpa perizinan dalam kawasan hutan telah diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021. Hal ini dijelaskan oleh Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi Kemenko Perekonomian, Dodi Slamet Riyadi dalam webinar yang diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia, pada Rabu (15/9) lalu.
Dodi menilai, kepemilikan sawit di atas lima hektare lahan hutan konservasi atau hutan lindung oleh korporasi dan masyarakat dapat diselesaikan dengan cara mengembalikan kawasan hutan kepada negara. Berdasarkan data sekretariat percepatan kebijakan satu peta tahun 2021, luas tutupan sawit dalam kawasan hutan mencapai 3,6 juta hektare.
Lebih lanjut, Dodi mengungkapkan dari 16 juta hektare luas tutupan sawit nasional, baru 4 juta hektare atau sekitar 25,3 persen yang telah melengkapi hak guna usaha. Angka tersebut masih menyisakan sebanyak 12,2 juta hektare atau 74,7 persen tutupan kelapa sawit nasional yang belum dilengkapi dengan hak guna usaha, baik perkebunan kelapa sawit milik rakyat maupun yang dimiliki oleh industri.
Sumber: VOAIndonesia.com