2,8 Juta Hektar Perkebunan Sawit Rakyat Perlu Dilakukan Peremajaan

2,8 Juta Hektar Perkebunan Sawit Rakyat Perlu Dilakukan Peremajaan

Sawit Notif – Mengutip artikel yang dimuat oleh Kontan.co.id (25/08), Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian memperoleh data, terdapat sekitar 2,8 juta hektar kebun sawit rakyat berpotensi untuk dilakukan peremajaan.

Mewakili Ditjenbun, Mula Putra mengatakan perkebunan sawit yang berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan mendominasi dari total luas kebun tersebut.

“Sekitar 2,8 juta [hektar] termasuk swadaya yang akan kita dorong untuk melakukan peremajaan dan sesuai dengan arahan komite pengarah, Pak Menko Perekonomian target per tahun kita ada 180.000 hektar dan ini program tersebut telah kita jalankan sejak tahun 2017,” ujarnya kepada Kontan.co.id.

Peremajaan sawit merupakan kegiatan pergantian tanaman yang tidak produktif menjadi tanaman yang produktif. Kegiatan tersebut menjadi salah satu kebijakan pengembangan kelapa sawit. 

Sejak tahun 2018, pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mendorong kemudahan akses pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang digunakan untuk peremajaan sawit rakyat. Salah satunya adalah dengan simplifikasi beberapa persyaratan yang dilakukan Direktorat Jenderal Perkebunan. 

Selain itu, langkah lain ialah melibatkan pihak surveyor yang telah dicoba untuk diterapkan dalam peraturan Menteri Pertanian nomor 15 tahun 2020. Pihak Ditjenbun juga mengungkapkan, permasalahan legalitas lahan yang terjadi sejak tahun 1980 an, nyatanya masih banyak ditemukan. 

“Padahal banyak kejadian-kejadian atau insiden di lapangan lebih dulu SHM terbit dibanding penunjukan kawasan. Ini tantangan tersendiri yang telah kita peroleh waktu kita melakukan verifikasi dalam peremajaan sawit rakyat. Bahkan ada yang tumpang tindih dengan kawasan HGU ini yang nanti akan kita dorong penyelesaiannya bagaimana legalitas ini bisa betul-betul bisa menjadi baik khususnya dalam tata kelola perkebunan sawit rakyat,” jelas Mula Putra. 

Mula juga mengatakan, tak sedikit tantangan yang kerap menghadang proses peremajaan sawit. Seperti pada masa pandemi saat ini, di mana kondisi perekonomian pekebun sangat bergantung pada pendapatan tanaman kelapa sawit. Kondisi tren harga sawit saat ini cenderung flat bahkan naik.

“Oleh karena itu, petani banyak yang mengurungkan niatnya untuk mengikuti program ini [peremajaan]. Inilah nanti yang menjadi peran lain yang bisa diambil di luar pemerintah khususnya dalam hal ini asosiasi pekebun kelapa sawit bisa membantu atau mendekati petani bahwa, program ini betul-betul bisa dirasakan pada saatnya nanti, artinya tidak pada saat ini karena dia merupakan investasi jangka panjang,” jelasnya.

Terdapat juga permasalahan non teknis, yaitu adanya pemeriksaan aparat hukum yang dinilai Mula bisa menurunkan minat dan semangat bagi pihak-pihak yang terkait dengan perkebunan, termasuk pemerintah. Hingga saat ini, Mula menyebut pihaknya sedang melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan aparat hukum. 

Merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian No.7 Tahun 2019 tentang peremajaan sawit rakyat, terdapat tiga konsep peremajaan sawit, Pertama, peremajaan dilakukan pekebun secara mandiri. Kedua, peremajaan dilakukan dengan bekerjasama antara pekebun bersama mitra kerja. Ketiga, peremajaan diserahkan kepada mitra kerja apabila pekebun dipandang belum mampu untuk melakukannya secara mandiri. 

Sumber: Kontan.co.id.