Staf Khusus Menteri Luar Negeri Peter F Gontha mengungkapkan, delegasi Indonesia menentang keras segala argumen Komisi Eropa soal kelapa sawait.
Hal itu disampaikan langsung saat Indonesia, Malaysia, dan Kolombia membentuk misi bersama menentang diskriminasi kelapa sawit di Brussel sejak Senin lalu.
“Kalau saya mengatakan ini pertarungan, saya katakan pertarungan itu terjadi di Brussel,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/4/2019).
“Terus terang apa yang kami sampaikan, kita tidak ingin lagi diatur dan kedaulatan kita marupakan harga mati,” katanya.
Di depan Parlemen Uni Eropa, Indonesia menegaskan sikapnya bahwa kelapa sawit lebih besar dari yang dibayangkan negara-negara Eropa.
Sebab, kelapa sawit tidak hanya soal komoditas penghasil devisa, tetapi juga komoditas yang menyangkut nasib sekitar 19,5 juta orang Indonesia yang bekerja di sektor tersebut.
Apalagi selama ini industri kelapa sawit telah membuktikan peranan besar menurunkan angka kemiskinan masyarakat di daerah-daerah penghasil kelapa sawit.
“Petani kelapa sawit Indonesia lebih besar dari penduduk Belanda yang 17 juta. Petani kita yang akan terkena dampaknya 19 juta orang. Sementara penduduk Belgia itu cuma 11 juta. Jadi permasalahan kita jauh lebih besar,” kata Peter.
Ia memperingatkan agar Uni Eropa jangan main-main dengan mengambil kebijakan mendiskriminasi kelapa sawit sebab Indonesia pasti akan melawannya.
“Janganlah mereka bermain-main dengan Indonesia yang oleh dunia diproyeksikan akan menjadi kekuatan ekonomi nomor 4 atau nomor 5 dalam 20 tahun yang akan datang,” ucapnya.
Peter juga mengingatkan Uni Eropa tentang konstitusi yang mereka miliki. Salah satu isinya menyatakan bahwa pemberantasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan.
Adapun tidakan diskriminasi kelapa sawit merupakan bentuk pendelegasian kemiskinan sebab akan berdampak pada para petani kelapa sawit.
“Jadi Uni Eropa sebetulnya tidak sejalan dengan konstitusi mereka sendiri,” kata Peter.
sumber: kompas.com