Bogor – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani prasasti plasma nutfah kelapa sawit di Kebun Raya Bogor (KRB). Penandatangan ini menjadi bukti komitmen pemerintah terhadap industri kelapa sawit di masa depan.
Namun, tak banyak orang yang tahu kalau tanaman sawit yang menjadi primadona di Indonesia ini berasal dari kawasan di Afrika Barat. Tanaman ini dibawa oleh ahli botani asal Belanda pada 1848.
Menurut Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI (Kebun Raya Bogor) Didik Widyatmoko, kala itu ada empat pohon induk kelapa sawit yang ditanam di Buitenzorg Botanical Garden sekarang dikenal Kebun Raya Bogor. Waktu itu Belanda mengumpulkan berbagai tanaman yang cocok ditanam di Indonesia, termasuk sawit, kina dan kayu manis.
“Sawit jadi komoditas andalan Indonesia itu bermula dari sini,” ujar Didik di sela acara Perayaan 2 Abad Kebun Raya Bogor dan penandatanganan Tugu Prasasti Plasma Nutfah Kelapa Sawit Indonesia di Bogor, Minggu (11/3/2018).
Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto menambahkan, bibit sawit yang dibawa dari Afrika tersebut pertama kali ditanam tepat di lokasi prasasti itu. “Waktu itu kami juga tidak tau apakah produktivitasnya tinggi atau tidak, tapi yang jelas bibit itu dibawa Belanda dari Afrika dan sekarang telah menguasai perekonomian di Indonesia,” kata Bambang Subiyanto.
Benih dari empat pohon tersebut kemudian ditanam sebagai tanaman hias dan peneduh pada perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara. Melihat pertumbuhan yang sangat baik, kemudian M Adrien Hallet, seorang warga Belgia membangun perkebunan kelapa sawit pada skala ekonomi seluas 2.630 hektare (ha) di Sumatera Utara dan Aceh pada 1911.
Perkembangan industri perkebunan kelapa sawit yang berkembang berimbas pada penelitian dan pemuliaan benih kelapa sawit. Benih dari tanaman sawit yang ditanam di perkebunan tembakau di Deli tersebut lantas menyebar ke seantero Indonesia dan Malaysia. “Bahkan benih tersebut juga menyebar ke berbagai perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara,” ujar Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Hasril Hasan Siregar.
Menurut Hasril, lantaran benih tersebut banyak disebarkan dari Deli, maka kemudian pohon induk tersebut diberi nama Dura Deli. “Dura Deli merupakan mother of palm yang hingga kini sudah mencapai empat generasi,” katanya.
Dari pohon induk Dura Deli ini, lanjut Hasril, telah menghasilkan bibit-bibit unggul kelapa sawit yang dilakukan oleh para pemulia yang juga sudah mencapai empat generasi. Hingga kini, total sudah ada 50 varietas bibit unggul kelapa sawit, di mana plasma nutfahnya berasal dari Dura Deli. “PPKS sendiri telah menghasilkan 12 varietas bibit unggul, sementara 14 produsen benih lainnya menghasilkan 38 varietas. Jadi total ada 50 varietas benih sawit unggul yang dihasilkan dari Deli Dura ini,” kata Hasril menjelaskan.
Ketua Umum Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, keempat pohon induk yang menjadi pangkal cerita sukses itu sudah mati pada 1992 lantaran dimakan usia. “Nah kita tidak ingin kehilangan sejarah itu. Maka kita ingin mengembalikan bahwa Kebun Raya Bogor tetap menjadi sejarah perkembangan industri sawit,” kata Joko Supriyono.
Karena itu, Joko mengapresiasi Presiden yang bersedia menandatangani prasasti plasma nuftah kelapa sawit tersebut. Hal ini menurutnya membuktikan bahwa negara punya komitmen yang besar terhadap industri kelapa sawit. “Dengan prasasti kita juga ingin agar anak-cucu kita tidak lupa bahwa di tempat itu ada sejarah yang penting bagi republik ini,” katanya.
Tak jauh dari tugu prasasti tersebut, juga ditanam beberapa benih kelapa sawit sebagai koleksi plasma nutfah di Kebun Raya Bogor. “Ini adalah sebagai upaya untuk melestarikan plasma nutfah kelapa sawit, supaya ke depan menjadi sumber untuk berbagai aktifitas penelitian dan riset,” katanya.
sumber: sindonews.com