Riau Siap Perkuat Kontribusi Sawit Nasional Menuju 2045

lahan-sawit

Sawit Notif – Provinsi Riau terus memperkuat perannya sebagai salah satu lumbung sawit nasional. Dengan luas areal perkebunan yang mencapai jutaan hektare, Riau berpotensi memberikan kontribusi besar terhadap target ambisius “Sawit Indonesia Emas 2045” yang menargetkan produksi 100 juta ton Crude Palm Oil (CPO).

Dilansir dari sawitindonesia.com,  Namun, untuk mencapai target besar itu, berbagai tantangan masih harus dihadapi mulai dari produktivitas yang stagnan hingga lemahnya akses permodalan petani. Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Produksi Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Vera Virgianti, S.Hut., M.M, dalam gelaran Talkshow SIEXPO 2025 di Pekanbaru, Agustus lalu.

Menurut Vera, salah satu kendala utama yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas sawit rakyat. Penyebabnya antara lain penggunaan benih tidak bersertifikat, penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang belum optimal, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), serta banyaknya tanaman tua dan rusak yang belum diremajakan.

Selain itu, Vera menyoroti sejumlah persoalan lain seperti kebun yang masih terindikasi berada dalam kawasan hutan, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) pekebun, minimnya kelembagaan tani, serta terbatasnya akses terhadap permodalan dan teknologi perkebunan modern.

“Permasalahan legalitas lahan juga menjadi pekerjaan rumah besar. Banyak kebun belum memiliki sertifikat hak milik (SHM), Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), maupun sertifikasi ISPO. Rantai pasok tandan buah segar (TBS) juga masih panjang dan mutu TBS di lapangan belum optimal,” jelas Vera.

Faktor infrastruktur juga tak kalah penting. Banyak lahan sawit di Riau tidak berada dalam satu hamparan yang luas, jalan produksi belum memadai, serta pemanfaatan teknologi dan mekanisasi perkebunan masih sangat minim. Kondisi ini membuat realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berjalan lambat, sementara hilirisasi industri sawit dan pemanfaatan produk samping masih belum maksimal.

Dari sisi angka, Vera memaparkan bahwa produktivitas sawit nasional masih cenderung stagnan. Dalam periode 2017–2024, produksi memang naik rata-rata 1,2 juta ton per tahun, namun hal itu lebih disebabkan oleh penambahan luas lahan sekitar 300 ribu hektare per tahun, bukan peningkatan produktivitas.

“Kalau kita lihat, tahun 2015 produksi sekitar 7,8 juta ton, kini 9 juta ton. Artinya hanya naik 150 ribu ton, padahal ada tambahan lahan jutaan hektare. Ini menandakan masih terjadi ekstensifikasi, belum intensifikasi,” terang Vera.

Untuk mencapai target 100 juta ton CPO di tahun 2045, kata Vera, Indonesia harus menambah produksi hingga 52 juta ton dari posisi 2025 yang sekitar 48 juta ton. Dengan tren kenaikan hanya 1,2 juta ton per tahun, peningkatan produksi perlu dipercepat setidaknya dua kali lipat.

“Khusus Riau, saat ini kontribusi sekitar 10 juta ton atau 20 persen dari total nasional. Kalau mau tetap di angka itu pada 2045, maka produksi Riau harus meningkat dua kali lipat menjadi 20 juta ton,” ujarnya.

 

Strategi Menuju Sawit Berkelanjutan

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah pusat dan daerah terus memperkuat sinergi lintas sektor. Vera menjelaskan bahwa strategi peningkatan produksi dan produktivitas sawit dilakukan melalui penguatan peran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).

Langkah pertama adalah penyederhanaan dan harmonisasi regulasi, serta implementasi Rencana Aksi Nasional dan Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN dan RAD KSB). Pemerintah juga mendorong penyelesaian kebun dalam kawasan hutan melalui regulasi yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).

Selain itu, percepatan sertifikasi ISPO (berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2025), peningkatan penggunaan benih unggul dan bersertifikat melalui Bank Benih Perkebunan, serta penguatan riset dan pengembangan (R&D) menjadi langkah strategis untuk menghasilkan tanaman sawit yang berproduktivitas tinggi dan tahan terhadap serangan OPT.

“Kita juga perlu mempermudah akses petani terhadap program PSR, sarana dan prasarana (sarpras), serta peningkatan kapasitas SDM sesuai Permentan No. 5 Tahun 2025,” tambah Vera.

Selain itu, regulasi penetapan harga TBS akan tetap mengacu pada Permentan No. 13 Tahun 2024 dan Pergub Riau No. 77 Tahun 2021 agar harga lebih transparan dan adil bagi petani. Pemerintah juga mendorong percepatan sertifikasi lahan melalui program PTSL, memperluas akses pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta mengembangkan kawasan hilirisasi sawit untuk mendukung kemandirian energi dan pangan nasional.

Vera juga menekankan pentingnya dukungan sektor swasta, khususnya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dalam memperkuat daya saing dan menjadi mitra strategis pemerintah.

“Dunia usaha harus berperan aktif meningkatkan efisiensi, mengembangkan inovasi, dan memastikan praktik usaha yang berkelanjutan. Sinergi semua pihak menjadi kunci agar sawit Indonesia tetap unggul dan berdaya saing global,” tutupnya. (AD)(DK)(SD)

 

Tabel informasi data dari teks berita di atas :

Kategori Keterangan / Data Utama
Target Nasional 2045 Produksi 100 juta ton CPO (Sawit Indonesia Emas 2045)
Kontribusi Riau Saat Ini (2025) ±10 juta ton CPO (sekitar 20% kontribusi nasional)
Target Riau 2045 20 juta ton CPO (dua kali lipat dari kondisi 2025)
Kenaikan Produksi Nasional (2017–2024) Rata-rata +1,2 juta ton per tahun
Tambahan Luas Lahan Nasional (2017–2024) Sekitar 300 ribu hektare per tahun
Produksi Nasional (2015) 7,8 juta ton
Produksi Nasional (2024) 9 juta ton
Tambahan Produksi 2015–2024 +1,2 juta ton (kenaikan lambat, produktivitas stagnan)
Tambahan Lahan (2015–2024) +2,4 juta hektare
Kesimpulan Produktivitas Masih stagnan, belum ada peningkatan signifikan, dominan ekstensifikasi