Sawit Notif – Memasuki Maret 2022, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masih berada di rekor tertingginya, meskipun tak jarang juga mengalami penurunan. Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar, nyatanya tidak lantas membuat harga CPO merata di seluruh daerah penghasil. Contohnya seperti di daerah Aceh, di mana para petani kelapa sawit di daerah tersebut mengaku tidak mendapat harga yang sama dengan petani sawit di daerah lain.
Oleh karena itu, mewakili para petani kelapa sawit, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mencoba memberikan solusi permasalahan itu dengan meminta pemerintah Aceh agar dapat membangun pelabuhan ekspor CPO, mengingat potensi kelapa sawit Aceh sangat besar dalam menyejahterakan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Apkasindo Aceh Fadhli Ali, Kamis (03/03), dikutip dari Medcom.id.
Fadhli menjelaskan, di Provinsi Jambi harga tandan buah segar (TBS) yang ditetapkan pemerintah dapat mencapai Rp 3.900 per kilogram untuk kelapa sawit usia 10-20 tahun. Kemudian di Sumatera Utara harga TBS mencapai Rp 4.000 per kilogram, sedangkan di Aceh harga TBS yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 3.271 per kilogram.
Pembangunan pelabuhan dimaksudkan untuk mempermudah akses perdagangan hasil pertanian Aceh yang biasanya diekspor melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Dengan adanya pelabuhan Aceh, tentu pendapatan daerah lebih cepat meningkat. Terlebih kini pemerintah pusat akan segera mengusulkan dana bagi hasil dari pungutan ekspor CPO.
Berdasarkan data yang dihimpun Apkasindo, Aceh memiliki luas perkebunan kelapa sawit yang mencapai 535 ribu hektare di seluruh Aceh, dimana 235.400 hektare atau 44 persen diantaranya merupakan perkebunan sawit rakyat (PSR).
“Saya berharap Pemerintah Aceh serius mengurus persoalan yang berkaitan dengan petani kelapa sawit, yang turut menyumbang pendapatan untuk negara serta menampung banyak tenaga kerja,” tutupnya.
Sumber: Medcom.id