Pemberlakuan Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Mengeluh

Pemberlakuan Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Mengeluh

Sawit Notif – Asosiasi Petani Kelapa Plasma Sawit Indonesia mengeluhkan pemberlakuan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di tengah anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit. Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Plasma Sawit Indonesia MA. Muhammadyah meminta pungutan ekspor CPO ini untuk dihapus, dikutip dari Suara.com.

Menurutnya pungutan ekspor yang mencapai 55 persen dari harga Ekspor CPO membebani petani sawit. Kemudian, pungutan ekspor kini tidak perlu lagi mensubsidi industri biodiesel karena harga Crude Oil (minyak fosil) sudah lebih mahal dari CPO.

Muhammadyah menilai terdapat kebijakan lain terkait sawit yang juga harus dicabut yakni DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation). Maka dari itu, kedua kebijakan ini dinilai mempersulit ekspor CPO yang akhirnya menyebabkan terjadinya over stock di tangki-tangki penimbunan CPO di pabrik pabrik kelapa sawit.

Muhammadyah menjelaskan pungutan ekspor memberatkan kehidupan petani sawiit, karena pemberlakuan pungutan ekspor CPO yang mencapai 55 persen dan aturan Domestic Market Obligation dan Domestic Price Obligation, setelah ekspor CPO di ijinkan kembali membuat harga TBS Sawit  jatuh hingga 200 persen dari harga saat sebelum ada pelarangan ekspor CPO.

Ia berharap kepada Presiden Jokowi untuk  segera melakukan pemulihan ekonomi akibat Covid 19 lebih cepat, dan Industri Sawit harus dijadikan andalan dalam perekonomian nasional bukan malah membuat kebijakan yang mematikan industri sawit nasional dimana kita sebagai penghasil sawit terbesar di Indonesia.

Sumber: Suara.com.