Nusa Dua – Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi menegaskan bahwa sektor kelapa sawit sangat membanggakan. Namun masih banyak tantangan pengembangan sektor kelapa sawit ke depan seperti peremajaan perkebunan sawit rakyat, perluasan pasar ekspor, hilirisasi, serta implementasi program B20.
“Produksi 42 juta ton minyak sawit itu sangat besar. Nilai devisa ekspornya mencapai lebih Rp 300 triliun,” kata Presiden Jokowi saat meresmikan Pembukaan IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) 2018 & 2019 Price Outlook di Sofitel Nusa Dua Bali, Senin (29/10/2018), melalui siaran pers.
Presiden mengatakan, Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar dunia. Namun untuk mempertahankan posisi tersebut, tidak harus dengan memperluas lahan. “Saya ingin produktivitas ditingkatkan dulu. Jangan sampai kalah dari negara tetangga, toh kita sama-sama pintar,” kata Presiden yang disambut aplaus 600 peserta Pembukaan IPOC.
Dalam sambutannya, Presiden menekankan lima hal yang harus dilaksanakan agar pengembangan sektor kelapa sawit bisa berkontribusi kepada SDGs (Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Pertama, tata kelola perkebunan kelapa sawit harus semakin ramah lingkungan. Karena itu perlu memaksimalkan pemanfaatan teknologi.
Aspek kedua, kata Presiden, percepatan peremajaan perkebunan sawit rakyat. “Saya minta agar prosedur pencairan dana hibah peremajaan sawit dipangkas. Cukup buat satu prosedur saja. Karena jika peremajaan sawit ini berjalan, kesejahteraan petani akan meningkat,” kata Presiden.
Aspek ketiga, pasar ekspor harus dikembangkan. Perlu mencari pasar-pasar baru di luar pasar yang sudah ada saat ini. “Ada Iran, Afrika, dan negara-negara Asia Selatan. Tiongkok sudah menambah 500 ribu ton. Tapi masak ya presiden disuruh jualan terus,” katanya.
Aspek keempat dan kelima, kata Presiden adalah hilirisasi industri sawit dan implementasi program mandatori biodiesel B20. “Implementasi B20 berjalan tapi tidak secepat yang saya inginkan,” ujarnya.
Sementara itu, konferensi minyak sawit terbesar dunia IPOC merupakan event tahunan yang diselenggarakan oleh GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia). Tahun ini, IPOC yang menjadi konferensi sawit terbesar dunia ini mengangkat tema “Palm Oil Development: Contribution to SDGs”. Sekitar 1.500 peserta dari 36 Negara hadir pada IPOC 2018 & 2019 Price Outlook.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono dalam sambutannya menyampaikan terima kasih atas kehadiran Presiden Joko Widodo pada peresmian Pembukaan IPOC 2018. “Dukungan Bapak Presiden kepada sektor kelapa sawit sangat besar. Ini ditunjukkan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan sektor kelapa sawit termasuk pada program peningkatan produktivitas dan peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat,” kata Joko.
Joko mengatakan, dukungan pemerintah lainnya ditunjukkan pada pelaksanaan program mandatory B20, pengembangan pasar-pasar ekspor baru, dan pengembangan SDM kelapa sawit di berbagai perguruan tinggi. “Belum pernah ada Presiden RI yang menanam sendiri dan langsung tanaman kelapa sawit ini,” kata Joko.
Joko Supriyono juga menyampaikan apresasi karena pemerintah cukup aktif mengkampanyekan industri sawit Indonesia di luar negeri. Khususnya di negara-negara tujuan ekspor. “Bahkan Bapak Presiden selalu pasang badan memberikan perlindungan terhadap segala bentuk hambatan perdagangan minyak sawit, khususnya di Eropa dan AS,” katanya.
Joko mengatakan, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 42 juta ton di mana 30 juta ton akan diekspor. “Karena itu, terkait program mandatory biodiesel B20 kami sangat siap menyediakan bahan baku. Dengan pasokan minyak sawit sebesar ini, program biodiesel tidak pernah kesulitan bahan baku,” kata Joko. Dalam peresmian Pembukaan IPOC kemarin, hadir sekitar 200 orang, 100 petani plasma, para Pengurus Pusat dan Cabang GAPKI, serta para pimpinan perusahaan kelapa sawit.
Dalam acara Pembukaan IPOC ini, Presiden Joko Widodo juga menyerahkan hadiah bagi pemenang lomba TBS (tandan buah segar) terberat dan produktivitas kebun. Pemenang hadiah TBS terberat adalah Suparji, petani sawit dari Sumatra Selatan, dengan TBS seberat 95 kilogram. Sementara petani dengan produktivitas tertinggi yaitu 22,1 ton dimenangkan oleh KUD Petapahan Maju Bersama, Kabupaten Kampar, Riau.
Sumber: beritajatim.com