GAPKI Khawatirkan Kebijakan Baru Uni Eropa

GAPKI Khawatirkan Kebijakan Baru Uni Eropa

Sawit Notif – Perwakilan pengusaha sawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengkhawatirkan dampak dari proposal kebijakan baru Uni Eropa (UE), yaitu terkait due diligence yang akan memicu terhambatnya ekspor produk sawit dan komoditas pertanian Indonesia lainnya, mengutip Bisnis.com.

Joko turut mempertanyakan standar yang akan dipakai UE dalam menentukan suatu kawasan apakah termasuk dalam kawasan hasil deforestasi atau bukan. 

Kriteria perdagangan produk pertanian bebas dari kawasan deforestasi dikatakan Joko telah diterapkan lebih dulu oleh negara Britania Raya, termasuk produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya asal Indonesia. 

“Atas upaya Indonesia, standar due diligence diarahkan pada standar legalitas negara asal. Dalam hal ini, Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk Indonesia,” ujar Joko. 

Joko berharap, kedepannya pemerintah Indonesia dapat melakukan perjuangan serupa bagi sawit dan produk pertanian lainnya yang masuk ke UE. Seperti yang diketahui, selain sawit, Indonesia juga mengekspor produk pertanian lain, seperti Kopi dan Kayu. 

Dilansir dari Bloomberg, dalam upaya membendung deforestasi, saat ini UE sedang bersiap mengeluarkan regulasi baru bagi perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan enam komoditas utama pertanian. 

Regulasi baru tersebut masih dalam tahap proposal berisikan, bahwa perusahaan-perusahaan terkait harus mengumpulkan koordinat geografis yang menunjukkan asal komoditas yang masuk ke pasar UE. Kepastian produk tidak berasal dari area hasil alih fungsi atau kawasan bebas deforestasi akan diawasi oleh otoritas berwenang.

Menurut Komisioner Lingkungan UE, Virginijus Sinkevicius, sebagai perkumpulan bangsa yang menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia, penanggulangan deforestasi dan degradasi di kawasan lain juga merupakan tanggung jawab UE. 

Nantinya, regulasi ini akan melarang masuknya komoditas pertanian dan turunannya yang merupakan hasil produksi lahan hasil deforestasi atau terdegradasi pertanggal setelah 31 Desember 2020. Komisi Eropa menginginkan aturan ini bisa menjangkau beberapa komoditas, di antaranya kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, kakao, dan kopi, serta termasuk produk-produk turunannya seperti cokelat, produk kulit, dan furnitur. 

Sumber: Bisnis.com