Perkebunan kelapa sawit termasuk perkebunan yang populer di Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan mendukung serta tanah Indonesia yang dapat menyediakan nutrisi baik untuk perkembangan kelapa sawit.
Salah satu pertanyaan paling umum yang diajukan oleh para pemilik usaha baru perkebunan kelapa sawit yaitu apakah sawit butuh banyak air? Pasalnya, penggunaan air harus perlu dipertimbangkan untuk kebutuhan kelapa sawit.
Nah, apa yang dimaksud dengan kebutuhan air perkebunan kelapa sawit? Untuk memahaminya, simak penjelasan artikel berikut ini.
Penelitian Kebutuhan Air Perkebunan Kelapa Sawit
Lisma Safitri, S.TP, M.Si melakukan riset tentang kebutuhan air perkebunan kelapa sawit. Ia menjadi ketua Tim Penelitian water footprint (WF) dari kelapa sawit. Riset yang dilakukannya berdasarkan keinginannya sendiri untuk mengetahui apakah perkebunan tersebut mengancam sumber daya air di Indonesia atau tidak. Tidak main-main, Lisma telah melakukan penelitian ini selama 3 tahun yang terhitung dari 2016-2019.
Hasil Penelitian Kebutuhan Air untuk Perkebunan Kelapa Sawit
Dari berbagai tantangan yang dimiliki, Lisma berhasil mendapatkan jawaban dari penelitiannya tentang water footprint. Didapatkan kesimpulan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak mengancam sumber daya air atau tidak boros air.
Hal tersebut didukung dengan berbagai bukti berikut ini:
1. Water Footprint Kelapa Sawit
Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa water footprint di perkebunan Riau memiliki nilai jejak air sebesar 593,61 m3/ton. Diketahui, water footprint ini adalah volume air yang dibutuhkan untuk satu ton tandan buah segar (TBS). Jenisnya terdiri dari 3 bentuk, yaitu:
- Green : sumber air hujan.
- Blue : sumber air tanah dan permukaan.
- Grey : air yang berfungsi untuk melarutkan pupuk, bahan kimia, sampai dengan melarutkan pestisida.
Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hasil bahwa kelapa sawit punya water footprint yang rendah dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya. Contohnya seperti bunga matahari, kelapa, dan jarak. Jadi, perkebunan kelapa sawit tidak termasuk tanaman yang haus air.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini dilakukan dari berbagai jenis tanah mineral untuk memahami kebutuhan airnya. Adapun jenis tanah yang dipakai jadi objek penelitian yaitu liat hitam dan lempung pasir merah.
Ada juga gambut dan pemakaian pupuk dengan kadar tertentu di antara dua daerah tersebut. Untuk pupuk di Kalimantan Tengah sebesar 13,41 ton/ha dan 0,12 ton N/ha. Sedangkan, pupuk di Riau adalah 22,08 ton/ha dan 0,11 ton N/ha.
3. Nilai Jejak Air Green dan Blue
Berikutnya didapatkan hasil jejak air yang dilihat dari green (air hujan) dan blue (air tanah). Hasil menunjukkan bahwa di tempat penelitian yang dilakukan oleh Lisma berkolaborasi dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), mengatakan bahwa sumber utama air perkebunan inti sawit adalah dari curah hujan bukan dari air tanah.
Sedangkan, perkebunan tersebut memiliki nilai grey sebesar 8,9% yang ternyata persentase ini terbilang rendah dibandingkan dengan tanaman minyak nabati di dunia.
4. Tanaman Sawit di Tanah Gambut
Dari penelitian tersebut juga menunjukkan beberapa bukti yang menyatakan perkebunan kelapa sawit tidak boros air. Diketahui bahwa nilai dari water footprint di tanah gambut punya nilai kecil dan rendah dibandingkan dengan tanah yang mengandung mineral banyak.
5. Akar Tanaman Sawit
Selain dari hasil yang sudah disebutkan di atas, ada lagi beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jenis tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tidak boros air. Hal ini terlihat dari densitas perakaran dan analisis penggunaan air tanaman.
Jika dilihat dari perakarannya, tanaman sawit ini hanya menyerap air sebagian besar di bagian atas perakaran tanaman lapisan top soil dan sub soil. Selain itu, penelitian ini juga melihat nilai WF yang bervariasi tergantung dari jenis tanah dan usia tanaman. Nilai ini bisa dipraktikkan sebagai dasar membuat sistem irigasi secara otomatis dengan menggunakan metode water footprint calculator.
Untuk melaksanakan metode ini diperlukan adanya data curah hujan, jenis tanaman, umur, dan produksi tanaman tersebut.
Water Management
Tanaman kelapa sawit sangat membutuhkan tata kelola air yang baik untuk mendukung pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Khususnya untuk lahan gambut karena kerap mengalami kelebihan air, sehingga permukaan tanah sering tergenang. Untuk mengendalikan permukaan air tanah agar areal gambut tidak tergenang dan tidak mengering di musim kemarau.
Maka, diperlukan pengaturan Water Management dengan membangun benteng tanggul air agar air sungai tidak masuk ke dalam lokasi perkebunan. Kemudian, membuat parit main drain, collection drain, field drain, dan pintu air agar muka air tanah dapat dipertahankan 50 – 80 cm di bawah permukaan tanah. Sedangkan, lahan mineral diperlukan pembuatan kantong-kantong air di dalam blok tanaman seperti rorak untuk menampung air hujan guna mencukupi kebutuhan air sebagai pelarut dalam penyerapan hara oleh perakaran tanaman.
Penutup
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perawatan kelapa sawit termasuk tanaman yang tidak boros air, namun tanaman sawit tetap membutuhkan pengaturan water management yang baik (saat hujan agar tidak banjir dan saat musim kemarau air tetap tersedia di dalam areal pertanaman). Oleh sebab itu, pemilik bisnis kelapa sawit tidak perlu memberikan air tanaman secara berlebihan dan tidak perlu mengkonsumsi sumber daya air terlalu banyak.
FAQ
1. Berapa liter kelapa sawit menyerap air per hari?
Mengutip liputan6.com, setiap pohon sawit mampu menyerap sampai 12 liter zat hara dan air di dalam tanah.
2. Apakah kelapa sawit merusak tanah?
Adanya perkebunan sawit memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian di Indonesia. Hal ini karena kelapa sawit di Indonesia tumbuh dengan subur. Namun, jika dilihat dari segi lingkungan, apakah merusak tanah? Justru sebaliknya, kehadiran kelapa sawit ini berguna dalam konservasi tanah. Keuntungan lain dalam menanam kelapa sawit yaitu tidak membuat tanah menjadi kering. Hal ini karena biomassa di tanaman sawit ini dapat menyuburkan tanah. Bahkan, menghasilkan oksigen yang bermanfaat untuk makhluk hidup.