Indonesia adalah negara agraris yang banyak menghasilkan produk pertanian maupun perkebunan. Salah satu komoditas unggulan yang dihasilkan adalah hasil olahan kelapa sawit. Bahkan, Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia, dengan jumlah yang mengalami peningkatan tiap tahun.
Oleh karenanya, tak heran jika minyak kelapa sawit menjadi salah satu komoditas ekspor terbesar Indonesia. Minyak kelapa sawit memiliki beragam manfaat bagi negara lain. Produk hasil CPO dimanfaatkan untuk berbagai keperluan baik seperti bahan dasar minyak goreng, bahan utama industri sabun, kosmetik, maupun makanan.
CPO juga hadir sebagai bahan bakar alternatif biodiesel di tengah menipisnya cadangan minyak dunia. Selain Indonesia, beberapa negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar lainnya adalah Colombia, Malaysia, Ekuador, Thailand, dan Nigeria.
Volume Ekspor Minyak Kelapa Sawit
Volume produksi kelapa sawit Indonesia cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia mengekspor CPO ke banyak negara di dunia. Bahkan, tingginya volume produksi ini membuat Indonesia dikenal sebagai eksportir CPO terbesar di dunia.
Namun demikian, volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia fluktuatif dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2012, volume ekspor CPO sebesar 19,87 juta ton. Angka ini melonjak menjadi 21,77 juta ton pada tahun 2013 kemudian meningkat kembali di angka 23,96 juta ton pada tahun 2014.
Selanjutnya, volume ekspor minyak sawit menyentuh angka 26,46 juta ton pada 2015 lalu kembali mengalami penurunan di angka 24,01 juta ton pada 2016. Selama tiga tahun berikutnya, volume ekspor CPO kembali meningkat hingga menyentuh angka 28,77 juta ton (2017), 29,30 juta ton (2018), dan 29,54 juta to (2019), sebelum kembali mengalami penurunan di angka 27,32 juta ton (2020).
Kendati demikian, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia akan menyentuh angka tertinggi, yakni menembus 34,9 juta ton pada tahun 2021. Ini artinya, volume ekspor CPO diperkirakan meningkat sekitar 0,9 juta ton lebih besar dibanding tahun lalu.
GAPKI menyebut, ekspor kelapa sawit kini kembali bergairah. Kondisi tersebut didukung oleh kenaikan harga rata CPO, CIF Rotterdam dari 1.054 dollar AS per ton pada Juni 2021 menjadi 1.124 dollar AS per ton pada Juli 2021. Angka ini kembali meningkat pada Agustus menjadi 1.226 dollar AS per ton dan menjadi 1.235 dollar AS per ton pada September 2021.
Menurut GAPKI, tingginya harga minyak kelapa sawit kali ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni pasokan komoditas minyak nabati lain yang ketat dan masalah logistik selama pandemi. Selain itu, tingginya harga juga dipengaruhi oleh bahan substitusi sawit, yakni harga minyak dari kedelai dan biji bunga matahari yang turut mengalami peningkatan.
Negara Tujuan Ekspor Kelapa Sawit
Setidaknya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 10 negara yang menjadi tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit Indonesia. Peringkat pertama ditempati oleh India. Volume ekspor minyak kelapa sawit ke negara ini mencapai 4,56 juta ton. Sedangkan pada tahun 2019 dan 2018, volume ekspor CPO ke India sebesar 4,57 juta ton dan 6,34 juta ton.
Sejak ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MOU) on Agricultural Cooperation (MOU), hubungan kerja sama antara Indonesia dengan India untuk peningkatan kerja sama di bidang ekonomi yaitu perdagangan CPO atau minyak kelapa sawit yang telah berlangsung sejak 1992.
Setelah India, Tiongkok pun menjadi negara pengimpor minyak kelapa sawit dari Indonesia terbesar. Pada tahun, 2020, volume ekspor CPO Indonesia ke negeri Tirai Bambu tersebut sebesar 4,39 juta ton. Sementara pada tahun 2019 dan 2018, volume ekspornya sebesar 5,79 juta ton dan 4,16 juta ton.
Selain kedua negara tersebut, Pakistan turut mencatatkan diri sebagai importir CPO dari Indonesia. Pada tahun 2018, 2019, dan 2020, volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Pakistan masing-masing sebesar 2,45 juta ton, 2,21 juta ton, dan 2,39 juta ton,
Tak hanya negara-negara di kawasan Asia, Indonesia pun turut mencatatkan diri sebagai eksportir CPO bagi negara-negara di benua Eropa dan Amerika. Spanyol, misalnya. Negara ini mencatatkan diri sebagai salah satu lokasi tujuan ekspor CPO Indonesia. Adapun volume ekspor komoditas ini ke Spanyol selama 2018, 2019, dan 2020 adalah 1,16 juta ton, 1,07 juta ton, dan 1,13 juta ton.
Lalu ada Amerika Serikat. Selama tiga tahun berturut-turut (2018, 2019, dan 2020), volume ekspor CPO ke negeri Paman Sam ini sebesar 1,12 juta ton, 1,18 juta ton, dan 1,12 juta ton. Negara selanjutnya adalah Bangladesh, dengan volume ekspor pada 2018, 2019, dan 2020 masing-masing sebesar 1,13 juta ton, 1,123 juta ton, dan 1,02 juta ton.
Indonesia juga mengekspor CPO ke negara-negara di benua Afrika. Salah satu negara tujuan ekspor terbesar di benua ini adalah Mesir, dengan volume ekspor sebesar 936 juta ton, 1,09 juta ton, dan 970 juta ton, selama tiga tahun berturut-turut. Indonesia juga mencatatkan volume ekspor CPO terbesar ke Italia, Belanda, dan Singapura, masing-masing 944 juta ton, 682 juta ton, dan 360 juta ton, pada 2020. Selain 10 negara utama tersebut, Indonesia juga mengekspor 9,63 juta ton minyak kelapa sawit ke negara-negara lainnya.
Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kelapa Sawit
Ada banyak faktor yang mempengaruhi volume ekspor sebuah komoditas. Pada kelapa sawit, volume ekspor dipengaruhi oleh volume produksi dalam negeri. Selain jumlah produksi, harga minyak kelapa sawit internasional pun turut memengaruhi jumlah ekspor komoditas ini.
Apabila harga komoditas di pasar global lebih besar daripada di pasar domestik, maka permintaan terhadap minyak kelapa sawit Indonesia semakin meningkat, sehingga volume ekspornya pun semakin besar. Dengan kata lain, jika harga minyak kelapa sawit internasional tinggi, maka volume ekspor CPO dari Indonesia turut meningkat.
Tak hanya itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pun turut memberikan pengaruh terhadap volume ekspor. jika kurs mengalami depresiasi atau nilai mata uang dalam negeri menurun terhadap mata uang asing, maka volume ekspor akan meningkat. Sebaliknya, apabila kurs mengalami apresiasi atau nilai mata uang dalam negeri meningkat terhadap mata uang asing, maka volume ekspor minyak sawit pun akan turun.