PKT – Sejak tahun 2011, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan program hilirisasi industri kelapa sawit nasional, sebagai upaya mewujudkan pengembangan industri sawit nasional yang telah menjadi salah satu sektor andalan bagi pemasukan devisa dan perekonomian negara.
Mengutip dari Liputan6.com, Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, pemerintah tengah berupaya mengubah posisi Indonesia dari Raja CPO (Crude Palm Oil) menjadi Raja Hilir Sawit pada 2045 mendatang.
Diyakini, program yang dianggap sebagai program pembangunan jangka panjang ini bermanfaat untuk semakin meningkatkan perekonomian. Tahun ke tahun, berbagai kebijakan terkait program hilirisasi telah digulirkan sebagai upaya keberhasilan hilirisasi kelapa sawit.
Beberapa kebijakan tersebut berupa kebijakan insentif pajak, pengembangan kawasan industri integrasi industri hilir sawit dengan fasilitas atau jasa pelabuhan, kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor, serta kebijakan mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor.
Dikatakan oleh Musdhalifah, sejauh ini ekspor produk hilir sawit Indonesia sudah jauh lebih besar dari produk hulu. Tercatat pada tahun 2006, ekspor hulu masih berkisar 60 – 70%.
“Saat ini ekspor produk hilir justru mencapai 60 – 70%, dan produk hulu hanya sekitar 30 – 40%” jelasnya.
Terdapat tiga jalur hilirisasi yang sedang berlangsung di Indonesia, yakni hilirisasi oleopangan complex, oleokimia complex, dan biofuel complex. Ketiga jalur tersebut merupakan bagian penting dan strategis industrialisasi di Indonesia, karena mengkombinasikan strategi promosi ekspor dan substitusi impor.
Dengan hilirisasi, diharapkan keragaman jenis produk hilir akan terus bertambah, jika semulanya berjumlah 70 produk di tahun 2011, bisa naik menjadi 126 produk di tahun 2017, semakin naik menjadi 170 produk di tahun 2017, dengan dominasi produk pangan dan bahan kimia.
sumber : liputan6.com