Jakarta – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah menetapkan harga jual terendah untuk Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari petani yang dibeli oleh pabrik sebesar Rp1.500 per kilogram (kg). Hal itu dilakukan untuk menjaga ekonomi petani kelapa sawit di tengah gejolak harga pasar.
Ketua Umum SPKS Mansuetus Darto mengungkapkan pada periode Juli 2018, rata-rata harga TBS tertekan ke kisaran Rp800 hingga Rp1.000 per kilogram (kg). Padahal, di awal tahun, harga TBS masih berkisar Rp1.800 hingga Rp1.900 per kg.
Penurunan harga terjadi akibat perang dagang AS dan China yang menekan permintaan kelapa sawit global, di tengah peningkatan produksi.
“Tentunya, pemerintah perlu turun tangan untuk stabilisasi harga,” ujar Darto usai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di kantor Luhut pada hari ini, Selasa (24/7).
Menurut Darto, level harga Rp1.500 dianggap mampu menjaga kesejahteraan petani kelapa sawit karena bisa menutup beban produksi dan menyisakan margin untuk biaya hidup sehari-hari.
“Kalau di bawah Rp1.000 per kg, petani sudah agak susah,” ujarnya.
Jika harga TBS sudah normal, menurut dia, harga yang berlaku bisa dikembalikan kepada harga pasar.
Darto juga meminta pemerintah memberikan insentif bagi petani yang menjalankan praktik kelapa sawit berkelanjutan. Misalnya, insentif berupa harga jual yang lebih tinggi dan akses untuk menjual langsung ke pabrik tanpa melalui perantara.
Hal ini akan menguntungkan Indonesia dalam diplomasi kepala sawit karena pemerintah bisa membuktikan kepada dunia bahwa petani Indonesia telah mempraktikkan sawit berkelanjutan.
Selanjutnya, terkait penggunaan dana Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, Darto mendorong alokasi dana kepada petani kelapa sawit lebih optimal, terutama untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) petani. Selama ini, sebagian besar dana BPDP Kelapa Sawit masih dikembalikan kepada industri untuk menutup selisih harga biodiesel dengan solar.
“Dana BPDP harus dapat diakses dengan mudah oleh petani dengan tidak menggunakan prosedur yang berbelit,” ujarnya.
Solusi lainnya, lanjut Darto, dana BPDP untuk pembinaan petani bisa disalurkan langsung ke pemerintah daerah. Dengan demikian, kualitas SDM petani kelapa sawit Indonesia bisa meningkat.
Sebagai informasi, SPKS berdiri sejak 2006 dan beranggotakan 52 ribu petani kelapa sawit di enam provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia di antaranya Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
sumber: cnnindonesia.com