Sawit Notif – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen diyakini bakal berdampak besar terhadap pelaku industri sawit. Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung menuturkan naiknya PPN pada 1 Januari 2025 nanti tentunya meningkatkan penerimaan pemerintah namun menjadi beban bagi petani sawit.
Dilansir dari sawitindonesia.com, sebagaimana diketahui PP 31/2007 yang membebaskan PPN komoditas pertanian primer termasuk tandan buah segar (TBS) dan crude palm oil (CPO) telah dibatalkan oleh keputusan MA No. 70P/2013, sehingga TBS dan CPO merupakan objek PPN sejak putusan MA tersebut berlaku.
“Dengan putusan MA tersebut, perusahaan yang menggunakan TBS atau CPO dalam proses produksinya, dapat mengajukan restitusi pajak ke pemerintah agar tidak menanggung pajak berganda. PPN merupakan pajak tak langsung yakni advalorem tax, ungkap Tungkot saat hubungi, Jumat (22/11/2024).
Tungkot menjelaskan, sebagai pajak tak langsung, beban PPN memungkinkan terjadinya transmisi beban PPN dari hilir ke hulu mengingat semua transaksi sepanjang mata rantai minyak sawit dari hilir ke hulu merupakan objek PPN.
Lebih lanjut ia mengatakan, PPN yang ditarik dari eksportir hasil sawit maupun industri hilir melalui mekanisme transaksi sepanjang mata rantai akan dialihkan dari industri hilir ke produsen CPO dan akhirnya ke produsen TBS.
Ia memberikan contoh industri hulu, produsen CPO yang umumnya adalah perusahaan (memiliki legalitas) dapat merestitusikan PPN masukan. Misalnya industri biodiesel, industri minyak goreng, industri oleokimia yang menggunakan CPO sebagai bahan baku dapat merestitusi PPN CPO (bahan baku).
Demikian juga perusahaan CPO yang membeli TBS dari produsen TBS dapat merestitusi PPN masukan. Perusahaan perkebunan sawit juga dapat merestitusi PPN masukan (pupuk, dll) demikian seterusnya.
Menurut Tungkot, berbeda dengan petani sawit yang umumnya bukan sebagai perusahaan (tidak memiliki legalitas perusahaan) tidak bisa merestitusi PPN sehingga beban PPN yang diberlakukan dalam pembelian TBS oleh perusahaan CPO akan menjadi beban petani sawit dalam bentuk pengurangan harga beli TBS.
“Jadi petani sawit akan menanggung beban PPN. Selain itu petani sawit sebagai pengguna pupuk, pestisida, bibit sebagai input perkebunan sawit juga menerima beban PPN pupuk, pestisida, bibit dalam bentuk peningkatan harga input. Sehingga beban petani sawit menjadi double yakni dari penjualan TBS dan dari pembelian input,” jelas Tungkot.
Dikatakan Tungkot, Beban PPN TBS maupun PPN input perkebunan pada petani sawit dapat direstitusi jika petani sawit memiliki legalitas usaha seperti koperasi yang transaksi penjualan TBS atau input dilakukan oleh koperasinya.(DK)(AD)