10 Isu Dibahas Dalam Sarasehan Nasional Kelapa Sawit

10 Isu Dibahas Dalam Sarasehan Nasional Kelapa Sawit

Jakarta – Berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia, tidak selamanya mulus. Beragam kendala dari regulasi hingga tekanan isu pun silih berganti bermunculan.

Namun faktanya, industri kelapa sawit nasional seolah kuat dan tak pantang untuk berhenti. Tentu saja ini tidak terlepas dari dukungan stakeholder kelapa sawit, utamanya para planters (pekebun), yang setiap hari terus bekerja dan mendedikasikan diri untuk mewujudkan perkebunan kelapa sawit dengan produktivitas tinggi.

Dengan masih banyaknya isu yang bermunculan tentang kelapa sawit, maka perlu ada pelurusan informasi, sebab itu Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian IPB (IKA Faperta IPB) yang merupakan wadah silaturahmi alumni Faperta IPB mencoba melakukan kegiatan aksi dalam menjembatani seluruh stakeholder perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

IKA Faperta IPB berencana mengadakan Sarasehan Nasional Kelapa Sawit dengan tema ”Sustainable Smart Plantation”, yang akan digelar pada Rabu, 14 Maret 2018 jam 08.30 – 13.00 WIB berlokasi di Ballroom 1, IPB International Convention Center, Bogor (Jalan Raya Pajajaran No. 1, Bogor 16680).

Biaya pendaftaran acara Sarasehan Nasional Kelapa Sawit untuk umum yaitu Rp. 450.000 dan mahasiswa yaitu Rp. 100.000. Bagi yang berminat mendaftar, silahkan menghubungi panitia Erik Mulyana, MSi (081214835539) atau Lutfia Nursetya Fuadina, SP (081297437669).

Harapannya kegiatan ini dapat memberikan gambaran secara komprehensif dan memberikan solusi konstruktif dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lestari dengan mengimplementasikan paket teknologi dan digitalisasi dari hulu (on farm) dan hilir (off Farm) yang ramah lingkungan.

Untuk itu, setidaknya bakal ada 10 isu yang akan dibahas dalam kegiatan ini, diantaranya, pertama, Proses Perijinan yang sangat rumit dan penuh ketidakpastian serta biaya perijinan (baru atau perpanjangan) sangat tinggi.

Kedua, permasalahan tumpang tindih lahan dan okupasi dengan lahan masyarakat berakibat perlambatan target operasional, ketiga, penyediaan modal investasi dan modal kerja (new planting & replanting) masih menjadi masalah utama “momok” dalam keberlangsungan usaha bagi perusahaan dan petani plasma/mitra atau mandiri.

Keempat, ketersediaan lahan marjinal yang memerlukan paket teknologi ramah lingkungan yang cukup tinggi dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit, kelima, pengelolaan isu sosial dalam masyarakat yang tidak tuntas dalam program keberpihakan kepada masyarakat yang menyebabkan biaya overhead menjadi meningkat. Keenam, tingginya tingkat turn over SDM di perkebunan akibat kurang siapnya perguruan tinggi dan perusahaan menyiapkan kompetensi SDM yang unggul dan tangguh, ketujuh, proses bisnis operasional di hulu (on farm) masih banyak dilakukan secara manual dengan mengandalkan kekuatan fisik pekerja semata (masih banyak yang belum menggunakan teknologi mekanisasi).

Kedelapan, laporan dan analisa dalam pengambilan keputusan masih dilakukan secara manual dan lambat tanpa menggunakan digitalisasi perkebunan (Enterprise Resources Planning for Plantation), kesembilan, pengelolaan perkebunan yang belum menerapkan Sustainable Palm Oil berdampak terhadap penjualan minyak sawit melalui ekspor baik secara jumlah maupun harga jual. “Dan kesepuluh, belum maksimalnya sinergi pemerintah dengan pelaku usaha kelapa sawit dalam mengelola “black campaign” terkait isu lingkungan global,” catat pihak penyelenggara.

Dikatakan panitia kegiatan sarasehan nasional kelapa sawit ini diharapkan memberikan rekomendasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara lestari dengan mengimplementasikan teknologi dan digitalisasi dari hulu (on farm) dan hilir (off Farm) yang ramah lingkungan. “Termasuk menjadi media komunikasi rutin untuk solusi perkebunan berupa Plantation Business Forum,” tandas panitia penyelenggara.

sumber: infosawit.com