Tata Kelola Plasma dan HGU Sawit Dibenahi

HGU-Sawit

Sawit Notif – Tiga bulan  lebih menjabat, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid berupaya membenahi masalah legalitas di perkebuna sawit. Dilansir dari sawitindonesia.com, salah satu kebijakan utamanya yaitu terkait penataan ulang sistem dan tata cara pemberian, perpanjangan, serta pembaruan Hak Guna Usaha (HGU).

“Sebagai langkah reformasi, Kementerian ATR/BPN kini mewajibkan setiap permohonan HGU baru untuk menyediakan 20 persen dari total lahan sebagai plasma bagi masyarakat,” ujar Menteri Nusron dalam Rapat Kerja bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis pada akhir Januari 2025.

Selain itu, Kementerian ATR/BPN akan mewajibkan aturan baru plasma sebesar 30 persen bagi perusahaan yang mengajukan pembaruan HGU (Hak Guna Usaha) selama 35 tahun. Hal ini disampaikan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI, Kamis (30 Januari 2025).

“Sesuai UU No 5 Tahun 1960, HGU diberikan paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang menjadi 25 tahun. Lalu berdasarkan UU Cipta Kerja dan P 18/2021, setelah jangka waktu dan perpanjangan HGU berakhir, dapat dilakukan pembaruan hak di atas tanah yang sama untuk 35 tahun,” urai Nusron.

Nusron mengatakan Kementerian ATR/BPN telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk melakukan penataan pemberian hak baik itu pemberian hak pertama kali, perpanjangan, dan pembaruan HGU untuk mengedepankan prinsip keadilan. Tapi tidak menghambat pertumbuhan ekonomi serta menjaga keberlanjutan ekonomi.

“Bagi perusahaan pengajuan HGU wajib plasma 20 persen . Kalau tidak ada komitmen plasma, maka tak diberikan (izin). Dulu plasma dijanjikan setelah pengajuan. Mulai sekarang diberikan wajib di depan (plasma) bagi pengajuan,” tambahnya.

Bagi perpanjangan HGU, dikatakan Nusron, selain kewajiban 20 persen akan dilakukan audit plasma supply chain.

“Kami ingin hindari plasma-plasmaan, memang tanah diberikan tetapi koperasinya itu karyawan. Kami ingin plasmanya dikelola petani setempat,” kata Nusron.

Menurutnya, apabila di sekitar kebun dengan radius 100 km tidak ada petani, dalam konteks ini pihaknya akan menggandeng Kementerian Transmigrasi sesuai arahan Presiden Prabowo.

“Nanti akan ada transmigrasi untuk mengelola plasma di kebun sawit tersebut bagi perpanjangan, pembaruan, dan pemberian hal baru,” jelasnya.

Bagi pemegang izin yang mengajukan pembaruan HGU, dijelaskan Nusron, kewajiban plasma ditambah menjadi 30 persen.

“Selain plasmanya 20 persen, kami minta tambah karena sudah menikmati selama 60 tahun, lalu diajukan pembaruan 35 tahun. Maka total 95 tahun, akan ditambah 10 persen menjadi 30 persen dari sebelumnya kewajibam (plasma) 20 persen,” jelas Nusron.

“ Memang ini tidak happy dan tidak menyenangkan pengusaha pemegang IUP dan HGU, tapi kalau ini tidak dilakukan dari jumlah HGU 16 juta Ha. Agar petani lebih menikmati kami lakukan model pendekatan seperti ini,” pungkasnya.

Ia menyebut bahwa kebijakan pemberian plasma ini berlaku untuk pengajuan HGU untuk pertama kali, perpanjangan, dan pembaruan HGU. “Hal ini untuk lebih mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, prinsip pemerataan namun tidak menghambat pertumbuhan ekonomi dan tetap menjaga keberlanjutan ekonomi,” jelasnya.

Kebijakan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mengatur bahwa HGU diberikan untuk jangka waktu maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun. Kebijakan ini juga merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, yang menambahkan ketentuan bahwa setelah masa perpanjangan berakhir, pemegang hak dapat memperoleh pembaruan HGU untuk jangka waktu hingga 35 tahun lagi.(AD)(SD)(DK)(NR)