Pemerintah terus berupaya menangkal serangan isu negatif dunia internasional yang kerap dialamatkan kepada komoditas perkebunan sawit Indonesia. Salah satu caranya, dengan mengajak 11 negara dari Eropa untuk mengikuti kegiatan Regular Palm Oil Course (ROPC) 2018 di Jakarta, Bogor, dan Jambi pada 19 hingga 26 November 2018.
Kegiatan itu rencananya juga akan diikuti 15 orang peserta dari beragam profesi seperti konsultan, peneliti, aktivis lingkungan, dan akademisi untuk meningkatkan pemahaman tentang tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad (AM) Fachir, menyatakan program tersebut akan memberi pengalaman melihat langsung perkebunan yang berkelanjutan kepada peserta yang ikut. Setelah itu, peserta juga diharapkan bisa membagi pengalaman yang akan didapat kepada masyarakat global.
Peserta bakal mendapatkan penjelasan keilmuan tentang perkebunan kelapa sawit dari Institut Pertanian Bogor dan Universitas Jambi, sambil juga tinggal di rumah para petani sawit rakyat untuk merasakan bagaimana para masyarakat sekitar bergantung sawit secara ekonomi.
“Dengan begitu kami berharap ada rekomendasi yang membuktikan mengenai komitmen Indonesia untuk pengembangan sektor kelapa sawit,” kata Fachir di Jakarta, Senin (19/11).
Kesebelas negara yang ikut serta adalah Austria, Belanda, Republik Ceko, Hungaria, Inggris, Italia, Prancis, Polandia, Rusia, Slovakia, dan Spanyol. “Kami juga sedang menyiapkan kerja sama dengan Kolombia,” ujar Fachir.
Kepala Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Dono Boestami menjelaskan program bertujuan untuk membangun persepsi yang benar dan mengurangi informasi yang tak tepat mengenai kelapa sawit Indonesia. Sebab, sawit merupakan salah satu sumber pemasukan negara dan berkontribusi terhadpa perekonomian dalam negeri.
Banyak masyarakat menggantungkan hidup dari sawit. Sekitar 50% pelaku usaha kelapa sawit merupakan para petani rakyat.”Namun, kepemilikan petani itu tak lebih dari 4 hektare,” katanya.
Di sisi lain, sawit merupakan komoditas bahan bakar nabati yang paling efisien dibandingkan biji bunga matahari, kedelai, dan rape seed.
Atas dasar itu, pemerintah juga memprioritaskan peningkatan produktivitas kelapa sawit dengan program peremajaan. Presiden Joko Widodo juga telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 untuk menyetop ekspansi perkebunan sawit selama 3 tahun.
Menurut Dono, BPDP Kelapa Sawit juga memberikan dukungan pendanaan untuk mengadvokasi sawit kepada negara lain. Salah satu bentuknya adalah dengan kerja sama program ROPC 2018 bersama Kementerian Luar Negeri.
Peserta dari Slovakia sebagai representasi peserta program ROPC 2018, Paul C. Meager, menyatakan akan melihat langsung perkebunan sawit di Indonesia sebagai informasi untuk ditindaklanjuti. “Kami ingin membuktikan apakah kelapa sawit sudah melakukan praktik terbaiknya,” ujar Paul.
sumber: katadata.co.id