Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah menurunkan tarif ekspor minyak sawit dan turunanya, seperti minyak goreng dalam kemasan ke negara kawasan Afrika. Minimnya infrastruktur di kawasan tersebut dikhawatirkan dapat menjadikan harga jual minyak goreng kemasan menjadi kurang kompetitif, meskipun ekspor terus meningkat.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menjelaskan pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada industri sawit guna menjaga agar harga dan volume ekspor minyak sawit tidak merosot. “Pemerintah dapat membuat kebijakan seperti menurunkan tarif ekspor minyak goreng kemasan ke negera Afrika,” kata Mukti dalam keterangan resmi, Rabu (11/7).
Dia menjelaskan pasar kawasan Afrika masih memiliki potensi besar untuk terus dipenetrasi. Namun minimnya infrastruktur, seperti tidak memadainya tangki timbun menyebabkan pengguna di Afrika tak bisa membeli minyak dalam bentuk curah yang bahkan harganya lebih murah daripada minyak kemasan.
Mufti juga menuturkan, pemerintah juga mesti mendorong konsumsi minyak sawit di dalam negeri, salah satunya dengan mewajibkan penggunaan biodiesel.
“Jika konsumsi di dalam negeri tinggi maka stok akan terjaga, sehingga harga di pasar global tidak anjlok karena stok yang melimpah,” ujar Mukti.
Menurut catatan Gapki, pada Mei 2018 harga rata-rata minyak sawit global mencapai sekitar US$ 653,6 per metrik ton, turun sebesar US$8,6 dibandingkan harga rata-rata pada April 2018 sebesar US$ 662,2 per metrik ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan permintaan pengusaha terkait usulan pengurangan tarif ekspor minyak sawit akan dibahas oleh pemerintah. “Kita akan bahas karena harus memastikan pasokan dalam negeri,” ujar Oke.
Dia juga mengatakan akan mendorong ekspor produk minyak goreng dalam kemasan karena memiliki nilai tambah besar. Oke juga memastikan hilirisasi industri dalam negeri bisa berjalan dengan baik agar pasokan minyak goreng nasional terjamin.
sumber: katadata.co.id