Jakarta – Penanaman sawit di Indonesia tidak mengunakan hutan primer tetapi memanfaatkan areal perkebunan hak guna usaha atau HGU.
Areal penggunaan lain termasuk lahan budidaya masyarakat, hak pengusahaan hutan (HPH) yang tidak berkelanjutan serta kawasan illegal logging yang terdegradasi.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Yanto Santosa menjelaskan bahwa selama ini penanaman sawit di Indonesia memanfaatkan lahan HGU serta kawasan yang telah dimanfaatkan sebagai areal penggunaan lain (APL) yang kemudian terbengkalai.
Hal itu tidak bisa disebut deforestasi karena setiap kebun mempunyai riwayat berbeda bergantung pada kebijakan wilayah dan adat istiadat setempat.
Oleh karena itu, pemerintah perlu bersikap tegas terhadap kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kementerian yang dengan sengaja menghembuskan isu sawit sebagai penyebab kerusakan hutan primer dan deforestasi.
Menurut Yanto, isu-isu mengenai kerusakan hutan primer dan menurunnya keanekaragaman hayati sengaja dihembuskan kelompok LSM.
Dengan demikiam, ujarnya, perlu ketegasan pemerintah untuk menindak pihak-pihak yang secara sistematis menyebarkan isu deforestasi tanpa data akurat dan valid.
“Selain itu, keberanian semua pemangku kepentingan terkait perkebunan sawit untuk memperkarakan secara hukum sangat diperlukan,” katanya dalam forum discussion group bertema Sawit dan Deforestasi Hutan Tropika.
Yanto Santosa mengungkapkan, sejak 2006 industri sawit di tanah air selalu diterpa isu deforestasi karena LSM dan peneliti membayangkan komoditas tersebut ditanam di hutan primer dan menurunkan keanekaragaman hayati.
“Tudingan deforestasi berulang terus, lalu pada 2017, parlemen Eropa menuding hutan berkurang disebabkan peningkatkan poduksi dan konsumsi komoditas salah satunya sawit,” katanya.
Sayangnya, menurutnya, sampai dengan 1996, definisi deforestasi masih ngawur karena secara definisi belum jelas sehingga data berubah-ubah.
“Yang menjadi pertanyaan perkebunan sawit siapa atau yang mana lahannya hasil deforestasi jika tudingan berdasarkan hasil pengamatan sampling apakah valid mengatakan kebun sawit indonesia hasil deforestasi,” ujarnya.
Menurutnya, hal Itu tidak bisa disebut deforestasi karena setiap kebun punya riwayat berbeda bergantung kebijakan wilayah dan adat istiadat setempat.
Yanto mengatakan, deforestasi dapat bermakna positif apabila menggunakan RTRW, karena RTRW wujud kedaulatan bangsa yang melibatkan semua komponen bangsa.
Sebaliknya, deforestasi merugikan jika melanggar RTRW yang berlaku. Oleh karena. RTRW wujud kedaulatan bangsa untuk itu harus dipertahankan. “Perlu ketegasan pemerintah terhadap pelaku deforestasi negatif dan pihak yang secara sistematis menyebarkan isu deforestasi tanpa data akurat dan valid. Juga diperlukan keberanian semua pemangku kepentingan terkait perkebunan sawit untuk memperkarakan secara hukum,” katanya.
Supiandi Sabihamm, Ketua Himpunan Gambut Indonesia, menegaskan bahwa sawit bukan penyebab deforestasi secara umum.
“Kerusahakan hutan lebih banyak mismanajemen saat pengelolaan lahan untuk pembangunan dan bisnis kayu secara besar-besaran karena sawit sudah menempati hutan yang rusak dan lahan pertanian,” katanya.
sumber: bisnis.com