Pemerintah perluas cakupan sertifikasi ISPO dari hulu hingga hilir

sertifikasi-ISPO

Sawit Notif – Pemerintah telah memperluas cakupan dan memperkuat sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dari hulu ke hilir melalui diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2025.

Dilansir dari antaranews.com Ratna Sariati, Ketua Kelompok Substansi Penerapan dan Pengawasan Mutu Hasil Perkebunan di Kementerian Pertanian, menyatakan bahwa ISPO merupakan mekanisme untuk memastikan kegiatan usaha kelapa sawit dijalankan secara berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, serta sesuai dengan regulasi yang berlaku.

“ISPO memberikan bukti sah bahwa pengelolaan perkebunan sawit telah sesuai dengan prinsip keberlanjutan,” ujarnya dalam sebuah forum di Jakarta, Kamis.

ISPO memiliki landasan hukum dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Implementasinya sebelumnya diatur dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2020 dan kini diperbarui menjadi Perpres Nomor 16 Tahun 2025.

Revisi kebijakan ini mencakup perluasan jangkauan ISPO, tidak hanya di sektor perkebunan (hulu), tetapi juga industri pengolahan dan bioenergi (hilir). Dengan demikian, tanggung jawab implementasi ISPO kini juga mencakup Kementerian Perindustrian untuk sektor hilir dan Kementerian ESDM untuk bioenergi, di samping Kementerian Pertanian.

Perluasan ini juga disertai dengan perombakan struktur kelembagaan dan penyusunan skema pendanaan baru, di mana pembiayaan sertifikasi ISPO untuk pekebun dapat berasal dari APBN, APBD, maupun Badan Pengelola Dana Perkebunan.

Ratna menambahkan bahwa sanksi administratif seperti teguran, denda, atau penghentian sementara usaha dapat diberikan kepada pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan ISPO.

Hingga Februari 2025, terdapat 1.157 pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat ISPO, mencakup total lahan sekitar 6,2 juta hektare. Dari jumlah tersebut, 84% merupakan perusahaan swasta, 9% BUMN, dan 7% pekebun rakyat.

Lila Harsyah Bakhtiar, Direktur Kemurgi, Oleokimia, dan Pakan di Kementerian Perindustrian, menyampaikan bahwa Kemenperin saat ini sedang menyusun skema sertifikasi ISPO untuk sektor hilir. Sertifikasi ini bertujuan menjamin bahwa produk sawit olahan yang sampai ke konsumen berasal dari sumber yang berkelanjutan.

Ia menjelaskan bahwa hanya sekitar 10% dari crude palm oil (CPO) Indonesia yang diekspor dalam bentuk mentah, sedangkan sisanya adalah produk olahan. Oleh karena itu, pelacakan asal-usul produk (traceability) menjadi krusial karena konsumen global semakin menuntut produk ramah lingkungan.

“ISPO sektor hilir ini mirip seperti sertifikasi halal; memberikan jaminan tertulis bahwa produk tersebut memenuhi prinsip keberlanjutan,” ujarnya.

Dari 190 jenis produk turunan sawit, hanya produk dengan volume besar dan nilai pasar tinggi yang akan diprioritaskan untuk sertifikasi.

Di sisi lain, Ketua Bidang Perkebunan GAPKI, R. Azis Hidayat, menyarankan pembentukan Pelaksana Harian Komite ISPO. Ia menilai bahwa struktur organisasi yang ada saat ini belum optimal untuk menangani aspek teknis sertifikasi.

Sebelumnya, struktur Komite ISPO mencakup Dewan Pengarah yang diketuai oleh Menko Perekonomian, namun dalam format baru, posisi ini ditiadakan dan peran Ketua Komite ISPO dipegang langsung oleh Menko Perekonomian.

Karena itu, GAPKI mengusulkan agar dibentuk Pelaksana Harian untuk membantu pelaksanaan fungsi teknis dan administratif harian, sehingga tujuan utama dari sistem sertifikasi ISPO dapat diwujudkan secara lebih efektif.(DK)(SD)(NR)