Pemerintah Minta Pengusaha Sawit Buka Akses ke Pasar Baru

Pemerintah Minta Pengusaha Sawit Buka Akses ke Pasar Baru

Pemerintah meminta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) untuk membuka akses pasar baru untuk meningkatkan penjualan global. Pendekatan bisnis antarpengusaha diharapkan bakal membuat strategi penjualan produk kelapa sawit bisa lebih lancar di tengah maraknya hambatan perdagangan serta kebijakan proteksionis produk sawit saat ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta agar pengusaha mampu melakukan penetrasi ke pasar baru untuk meningkatkan ekspor serta mengantisipasi tekanan perdagangan yang datang dari beberapa negara seperti seperti Amerika Serikat, Uni-Eropa, India, dan Norwegia yang mulai menerapkan kebijakan proteksionis untuk impor produk ke negaranya.

“Kita harus bisa mengkombinasikan, mencari pasar baru dan menaikkan penggunaan biodiesel dalam negeri,” kata Darmin di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (15/3).

Darmin mengungkapkan penggunaan biodiesel dalam negeri bisa berkontribusi terhadap peningkatan harga sawit karena sawit merupakan bahan baku campuran biodiesel. Sehingga jika biodieseil digunakan oleh populasi masyarakat Indonesia yang besar, maka dampaknya pun akan besar.

Hal serupa juga diungkap Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Ia menyarankan anggota Gapki mulai membuka akses pasar baru ke beberapa negara potensial seperti Pakistan dan Bangladesh. “Sekarang yang diperlukan adalah business matching,” ujar Enggar.

Karenanya, ia meminta pengusaha sawit mulai melakukan penjajakan ekspansi pasar ke negara tujuan agar lebih mudah nantinya dalam mengejar kepentingan industri. Peningkatan penjuala ekspor, bisa ikut berdampak terhadap peningkatan devisa negara.

Direktur Eksekutif Gapki Danang Girindrawardhana menyatakan kalangan pengusaha yang tergabung daslam Gapki tentu akan memanfaatkan setiap peluang yang ada, termasuk dari potensi pasar yang terbuka lebar. “Gapki akan bekerja sama dengnan pemerintah membuka peluang kerja sama dengan negara lain yang menghargai kedaulatan Indonesia,” tuturnya.

Selain itu, untuk menggenjot penjualan di pasar global ia pun mengaku saat ini industi sawit masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya terkait fluktuasi harga serta pergerakan pasokan dan permintaan. Meski begitu ia mengaku fluktuasi harga akibat naik-turunnya permintaan yang terjadi masih menjadi hal yang wajar. Namun, tetap perlu antisipasi untuk menghindari penurunan harga yang tajam.

Sebelumnya, pengaruh ekonomi Tiongkok dan Uni Eropa ke dunia dinilai bisa berdampak signifikan dalam menentukan pergerakan harga komoditas, termasuk sawit. Nilai minyak mentah kepala sawit (CPO) global turun cukup besar menjadi US$ 652,5 per metrik ton pada Januari 2018 dari posisi Desember 2017 yang masih di level US$ 698,5 per metrik.

Menurut Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang, terdapat empat kawasan yang mengurangi permintaan CPO pada Januari lalu yaitu Cina, Timur Tengah, Uni Eropa, dan Afrika. Secara volume, pengurangan pembelian dari Tiongkok dan Eropa tercatat yang terbesar.

Pada Januari 2018, Negeri Panda mengurangi konsumsi CPO hingga 15 persen dari 362,5 ribu ton pada Desember 2017 menjadi 307, 49 ribu ton sebulan kemudian. “Turunnya permintaan sawit Tiongkok disebabkan persediaan minyak kedelai yang melimpah untuk konsumsi soymeal peternakan,” kata Togar dalam keterangan resminya, awal pekan lalu.

Sementara itu, permintaan dari Uni-Eropa melemah delapam persen dari 437,94 ribu ton pada Desember 2017 menjadi 404,22 ribu ton di Januari 2018. Adapun transaksi ke Timur Tengah anjlok 31 persen dan Afrika 10 persen.

sumber: katadata.co.id