Pasar Minyak Sawit Memasuki Keseimbangan Baru

Ilustrasi- Sawit (Bisnis - Arief Hermawan P)

Sawit Notif – Mengutip dari Bisnis.com, pada Juni 2021, jumlah ekspor produk sawit mengalami penurunan dengan bulan sebelumnya. Namun, penurunan tersebut dinilai hanya berlangsung sementara dan akan menjadi sebuah momentum lahirnya keseimbangan baru pada pasar minyak nabati. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor minyak dan lemak nabati dengan kode HS 15 turun dari US$2,74 miliar pada Mei 2021 menjadi US$1,89 miliar pada Juni 2021. Penurunan nilai ekspor diikuti dengan berkurangnya volume, dari 2,61 juta ton menjadi 1,78 juta ton.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh Bisnis.com kepada Wajil Menteri Perdagangan periode 2011 – 2014, sekaligus ekonom pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Bayu Krisnamurthi mengatakan penurunan ini sudah diprediksi sejak awal, akibat dari harga tinggi minyak sawit yang turut berperan memengaruhi keputusan pembelian impor. 

Merujuk oleh data Bank Dunia, harga rata-rata minyak sawit mentah (CPO) masih bertahan di atas US1.000 per ton, yakni US1.156 per ton pada Mei, dan US$1.017 per ton pada Juni. 

Bayu memperkirakan penurunan ekspor akan melandai dengan permintaan yang relatif konstan ke depannya. Keseimbangan baru terbentuk lantaran importir yang sempat beralih ke minyak sawit akibat kenaikan harga kedelai mulai kembali melakukan pembelian terhadap kedelai seiring normalisasi produksi dan harga. 

Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo menyebutkan penurunan pada Juni telah diperkirakan pelaku usaha. Bernard mengatakan hal ini tidak terlepas dari aksi pelaku pasar yang menanti kepastian regulasi teranyar soal pungutan ekspor (levy) terhadap produk sawit. 

Bernard juga menjelaskan bahwa penurunan ekspor minyak sawit pada Juni cenderung bersifat sementara dan berpeluang kembali naik. Harga komoditas ini juga kembali menunjukkan tren kenaikan pada pertengahan Juli, seiring dengan sentimen kondisi pembatasan mobilitas di negara-negara produsen utama.

“Tren permintaan cenderung stabil dan mengarah pada kenaikan. Untuk pasar Asia Selatan yang dilanda kenaikan Covid-19 sendiri bukan berarti lockdown dan tidak bisa masuk,” katanya.

Bernard bahkan mengatakan peluang untuk menaikkan ekspor ke India, salah satu pasar utama minyak sawit, semakin besar karena negara tersebut baru saja mengumumkan penurunan import duty untuk produk CPO dan membuka masuk akses bagi produk olahan minyak sawit sampai Desember 2021.

“Sebelumnya produk refined dibatasi masuk ke India dan hanya mengacu pada izin dan kuota. Kini bisa masuk dengan bea masuk 37,5 persen,” tambahnya. 

Terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyebutkan permintaan dari China juga solid dan terus menguat. Sebagai contoh, ekspor pada Mei naik 71 persen secara tahunan. 

“Kami harap dengan adanya PPKM produksi tanpa hambatan. Ekspor seharusnya juga tetap lancar, hanya beberapa negara dengan kenaikan kasus yang mungkin terganggu,” kata Joko.

Sumber: bisnis.com .