Minyak Sawit dan Jeruk Mandarin dalam Kunjungan PM Tiongkok

Minyak Sawit dan Jeruk Mandarin dalam Kunjungan PM Tiongkok

Senin (7/5/2018) siang, Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang, berkunjung ke Istana Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.

Beragam seremonial menyambut tamu kenegaraan digelar. Barisan pasukan, baik yang berpakaian dinas upacara maupun tradisional, berjejer di halaman Istana Bogor menyambut kedatangan pejabat tinggi Tiongkok yang baru dilantik pada 2013 itu.

Dari rekaman gambar yang diabadikan pewarta foto Antara, juga terlihat barisan anak-anak berpakaian tradisional yang mengibarkan bendera Tiongkok dan Indonesia.

Layaknya tamu kenegaraan lain yang pernah berkunjung ke Istana Bogor, Li turut mendapat kehormatan untuk melakukan penanaman pohon bersama. Pohon yang dipilih pada kesempatan kali ini adalah Drybalongs Lanceolata, atau pohon kamper.

Sajian soto, lengkap dengan kerupuk rengginang dan rempeyeknya, dipilih sebagai menu makan siang. Ada juga menu penutup untuk jamuan itu; dodol dan cokelat.

“Habis semua,” tutur Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang turut hadir dalam jamuan makan siang itu.

Tentu saja, kunjungan Li beserta rombongannya ke Indonesia bukan hanya untuk menyantap penganan khas Indonesia itu. Li membawa sejumlah agenda kerja sama perdagangan yang dijagokan negaranya.

Mengutip Reuters, Li mengatakan negaranya sepakat untuk menambah volume impor minyak kelapa sawit dari Indonesia sebanyak 500.000 ton.

Pada 2016, ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Tiongkok tercatat mencapai 3,23 juta ton, sementara pada 2017, volumenya meningkat 16 persen ke angka 3,73 juta ton.

Li mengatakan, tren peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia terjadi lantaran setiap tahunnya Tiongkok mengonsumsi setidaknya lima juta ton minyak. “Produk pertanian di Indonesia memiliki kelebihan, kami tidak banyak memiliki yang seperti itu,” sambung Li.

Sebagai ganti dari peningkatan ekspor itu, Li meminta pemerintah Indonesia untuk membuka keran impor yang lebih besar untuk jeruk mandarin. Permintaan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang membatasi masuknya pengusaha untuk impor buah-buahan dari Tiongkok.

Li pun berjanji akan memastikan jeruk mandarin yang diimpor dari Tiongkok memenuhi semua standar dan kualitas yang ditetapkan di Indonesia.

Selain pertukaran perdagangan, Li dan Jokowi juga menyepakati dua kerja sama, yakni pembangunan Waduk Jenelata di Sulawesi dan Waduk Riam Kiwa di Kalimantan.

Waduk Jenelata diprediksi bisa menampung 223 juta meter kubik air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik untuk daerah Gowa dan Kota Makassar. Total anggarannya diprediksi mencapai Rp1,63 triliun.

Sementara Waduk Riam Kiwa diprediksi bisa menampung 127 juta meter kubik air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber air untuk irigasi 5.000 hektare lahan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimulyono dan Ketua Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wang Siau Tau.

Di luar perjanjian perdagangan dan kerja sama perindustrian, rombongan Tiongkok itu sepertinya sadar dengan hangatnya isu tenaga kerja asing (TKA), khususnya dari Tiongkok, yang ramai di perdebatkan di Indonesia.

Secara formalitas, Li mengatakan pihaknya akan menginstruksikan seluruh perusahaan asal Tiongkok yang beroperasi di Indonesia untuk menyerap tenaga kerja lokal. Li berujar, korporasi dari negaranya wajib memperluas lapangan pekerjaan bagi warga lokal, bukan membawa pekerja dari luar negeri.

“Kami akan menekankan, perusahaan Tiongkok harus menggunakan sebagian besar tenaga kerja Indonesia, baru mendapatkan keuntungan,” ucap Li dalam BBC Indonesia.

Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan yang diolah Lokadata Beritagar.id, jumlah TKA Tiongkok di Indonesia pada periode Januari hingga November 2016 berjumlah 21.271 orang.

Jumlah itu mendominasi dibandingkan tenaga kerja asal Singapura, negara yang tercatat paling banyak berinvestasi di Indonesia, yang berjumlah sekitar 1.700 orang.

Sebaliknya, buruh migran Indonesia paling banyak (data tahun 2016 dari BNP2TKI) berada di Malaysia, disusul Taiwan dan Singapura.

Sumber: beritagar.id