Industri Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Industri Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Industri kelapa sawit di Indonesia sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda lebih dari 150 tahun lalu. Tumbuhan ini didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisi bijinya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an.

Pada tahun 1911, tumbuhan ini mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintis pertama di Hindia Belanda yaitu Adrian Hellet yang berkebangsaan Belgia. Selanjutnya usaha perintisan pohon penghasil Crude Palm Oil (CPO) ini diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan yang pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli sekarang) dan Aceh dengan luas areal perkebunan mencapai 5.123 hektar. Pusat permuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (atau yang lebih dikenal dengan AVROS), Sumatera Utara dan Rantau Panjang.

Sejak era Orde Baru perluasan areal penanaman semakin digalakkan. Semakin meningkatnya harga minyak bumi adalah alasan utama mengapa perkebunan tumbuhan ini kian diperluas waktu itu, minyak sawit dimaksudkan sebagai energi alternatif dalam bentuk minyak nabati.

Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia

Dalam beberapa dekade terakhir, tanpa bisa dipungkiri, industri tanaman ini telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Terutama karena banyaknya permintaan terhadap komoditi apapun yang berhubungan dengan tumbuhan.

Di Indonesia sendiri, alternatif bahan bakar minyak yang berbasis sawit telah menjadi konsentrasi pemerintah setidaknya sejak 6 – 7 tahun terakhir. Minyaknya telah mulai diolah menjadi bahan bakar alternatif yang dikenal dengan biodiesel. Penggunaan biodiesel ini jugalah yang kemudian memungkinkan adanya pertambahan pasokan, juga penambahan penanaman dalam jumlah besar di Indonesia.

Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan secepat industri minyak tanaman Elaes Guineensis ini dalam 15 tahun terakhir. Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah produksi dan ekspor dari Indonesia dan juga pertumbuhan luas area perkebunan. Didorong oleh permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik, budidaya tumbuhan ini telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani kecil maupun para pengusaha besar di Indonesia (dengan imbas negatif pada lingkungan hidup dan penurunan jumlah produksi hasil-hasil pertanian lain karena banyak petani beralih ke budidaya kelapa sawit).

Mayoritas hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor dengan negara-negara tujuan ekspor yang paling penting adalah RRT (Republik Rakyat Tiogkok), India, Malaysia, Singapura, dan Belanda. Industri perkebunan dan pengolahan tumbuhan ini termasuk industri kunci bagi perekonomian Indonesia. Ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting dan industri telah cukup memberikan kesempatan kerja bagi jutaan orang Indonesia.

Hampir 70% perkebunan tanaman ini di Indonesia berada di Sumatera, yang memang sudah dimulai sejak kolonial Belanda seperti yang dijelaskan di awal. Sebagian besar dari sisa industri tumbuhan tersebut dewasa ini berada di pulau Kalimantan.

Menurut data dari Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektar; dua kali lipat dari luas area di tahun 2000 ketika sekitar 4 juta hektar lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan tumbuhan ini. Jumlah ini diduga akan bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.

Minyak Nabati dan Industri Minyak Kelapa Sawit

Bagian lain yang tidak kalah penting dalam industri tanaman penghasil Crude Palm Oil (CPO) adalah minyak nabati yang dihasilkannya itu sendiri sendiri. Produknya sebagai bahan makanan memiliki dua aspek kualitas:

  • Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran.
  • Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk.

Kelapa sawit berkualitas dengan mutu prima (umumnya dikategorikan dengan SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (juga umum disebut FFA, Free Fatty Acid) yang tidak lebih dari 2% pada saat pengapalan. Sementara di sisi lain, kualitas standar minyak tumbuhan ini mengandung tidak lebih dari 5% FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen sebesar 22,1 % ‐ 22,2 % (sebagai level tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % ‐ 2,1 % (sebagai level terendah).

Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Mutu tanaman ini sendiri bisa dibedakan menjadi 2 pengertian, yaitu:

  • Minyak yang benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutunya dapat ditentukan dengan menilai sifat‐sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium.
  • Pengertian mutu sawit dilihat dari ukurannya. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB (Asam Lemak Bebas), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing‐masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Kerendahan mutunya sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor‐faktor tersebut bisa langsung berasal dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.

Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standarnya, didapatlah hasil dari pengolahannya seperti di bawah ini:

  • Crude Palm Oil
  • Crude Palm Stearin
  • RBD (Refined Bleached Deodorized) Palm Oil
  • RBD Olei
  • RBD Stearin
  • Palm Kernel Oil 7
  • Palm Kernel Fatty Acid
  • Palm Kernel
  • Palm Kernel Expeller (PKE)
  • Palm Cooking Oil
  • Refined Palm Oil (RPO)
  • Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
  • Palm Kernel Pellet
  • Palm Kernel Shell Charcoal

Syarat untuk menentukan mutu inti kelapa sawit adalah sebagai berikut:

  • Kadar minyak minimum (%): 48; cara pengujian SP‐SMP‐13‐1975
  • Kadar air maksimum (%):8,5 ; cara pengujian SP‐SMP‐7‐1975
  • Kontaminasi maksimum (%):4,0; cara pengujian SP‐SMP‐31‐19975
  • Kadar inti pecah maksimum (%):15; cara pengujian SP‐SMP‐31‐1975

Demikianlah artikel mengenai industri minyak kelapa sawit di Indonesia. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan Anda.

Bagi perusahaan yang memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai seputar perkebunan kelapa sawit, dapat mengunjungi website www.pkt-group.com atau menghubungi whatsapp 0821-2000-6888.