Sawit Notif – Pemanfaatan energi baru terbarukan terus diupayakan oleh Pemerintah Indonesia. Perkembangan terkini, Indonesia berhasil menerbangkan pesawat berbahan bakar campuran minyak sawit, dengan bahan bakar bernama J2.4 yang berbahan inti sawit (bioavtur) sebesar 2,4%, pada hari uji terbang perdana dengan pesawat CN 235 FTB, Rabu (6/10).
Bioavtur tersebut merupakan produksi avtur dari minyak inti sawit refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPO) dengan menggunakan katalis “merah putih” buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) dicampur dengan kerosene (co-processing) di Kilang Cilacap Pertamina.
Mengutip Detik.com, Menteri ESDM Arifin Tasrim mengatakan, salah satu upaya mendorong percepatan implementasi energi baru terbarukan adalah dengan melakukan substitusi energi primer pada teknologi yang telah ada. Pada transportasi darat, Arifin menilai program mandatori B30 sudah cukup berhasil.
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, telah diatur kewajiban campuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar avtur dengan persentase 3% pada tahun 2020, dan meningkat menjadi 5% pada tahun 2025. Namun kondisi lapangan, implementasi pencampuran bioavtur belum berjalan karena berbagai kendala, diantaranya terkait ketersediaan produk bioavtur, proses teknologi, dan juga keekonomiannya.
Keberhasilan penerbangan ini dinilai merupakan sejarah baru untuk Indonesia, setelah J2.4 melewati beberapa rangkaian pengembangan berupa penelitian, pengembangan, produksi, hingga serangkaian uji teknis.
Potensi Pasar Bioavtur Rp 1,1 T
Dari segi ekonomi, pemanfaatan J2.4 berpotensi cukup besar. Diproyeksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, nilai pangsa pasarnya mencapai Rp 1,1 triliun per tahun.
Airlangga mengatakan, pemerintah telah menyediakan sejumlah insentif yang disiapkan untuk dimanfaatkan, termasuk insentif dari sisi perpajakan, berupa super deduction tax, serta inovasi tax terhadap korporasi yang mensponsori. Untuk itu, pemerintah bisa memberikan hingga 300%, terang Airlangga.
Di pihak lain, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, produksi dan penjualan J2.4 harus dilihat secara utuh, mengingat adanya bahan baku yang tidak dapat dikontrol oleh Pertamina, seperti crude palm oil (CPO). Nicke berharap pemerintah segera memberi kebijakan yang utuh dari hulu ke hilir, serta komitmen pemerintah untuk mengalokasikan bioavtur ini, sampai pada komersialisasi, sehingga program ini dapat berkelanjutan.
Sumber: Detik.com