Sawit Notif – Ketidakefektifan tata kelola perkebunan kelapa sawit berdampak secara berkelanjutan pada ekspansi perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan dan konflik sosial. Situasi ini terjadi karena ketidakefektifan implementasi sistem tata kelola perkebunan kelapa sawit pada level petani yang kemudian berdampak pada berlanjutnya ekspansi perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan dan non APL.
Terkait hal ini, pemerintah Direktur Jenderal Perkebunan melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah dan berkolaborasi dengan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah untuk mengoptimalkan tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Mengutip Ditjenbun.pertanian.go.id, Direktur Jenderal Perkebunan Bapak Andi Nur Alam Syah menjelaskan bahwa 80% pendapatan negara adalah dari perkebunan khususnya kelapa sawit. Maka, pemerintah harus perkuat sinergi demi maksimalkan tata kelola perkebunan kelapa sawit, agar kedepannya pelaksanaan tata kelolanya lebih fokus, efektif, efisien, dan transparan. Serta, bekerja lebih maksimal dengan menjaga integritas dan berkolaborasi serta lebih berhati-hati dalam merancang maupun menentukan langkah strategis.
Menurutnya, keterbatasan anggaran tidak boleh menjadi hambatan dan seharusnya bisa memberikan solusi tepat bagi kendala tersebut. Maka itu, Ditjen perkebunan saat ini tengah fokus pada Intensifikasi, dibandingkan ekstensifikasi. Karena melihat 2,8 Juta Ha kebun kelapa sawit rakyat harus diremajakan, karena saat ini hanya 287.000 ha yang terealisasi.
Terkait hal ini, Kalteng merupakan provinsi yang pertama dikunjungi satgas tata kelola perkebunan sawit, karena merupakan salah satu daerah sentra sawit setelah Riau. Andi menghimbau untuk segera buat Tim Khusus.
Kepala dinas harus berstrategi dan inovatif, danĀ tidak berpihak pada kepentingan tertentu. Andi menekankan untuk biasakan bekerja sistematis dan berdasarkan SOP. Buka ruang untuk kolaborasi dengan berbagai pihak diantaranya ATRBPN dan KLHK. Serta, jangan biarkan tantangan dilapangan menjadi kendala.
Sumber: Ditjenbun.pertanian.go.id