Sawit Notif – Minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) merupakan produk hasil pengolahan tanaman kelapa sawit yang perkembangannya paling pesat pada tiga dekade terakhir. Bahkan pada saat krisis dan pemulihan ekonomi di tahun 1998 – 2003, komoditas kelapa sawit bertahan dan berkembang pesat. Tercatat di periode tersebut, pertumbuhan areal mencapai 12.4% per tahun, dengan luas aral tahun 2003 mencapai 4.923 juta ha. Tak hanya areal, namun produksi, volume ekspor, dan nilai ekspor juga turut semakin meningkat. Dengan kinerja yang sedemikian bagus, lantas bagaimana prospek dan peluang Indonesia dalam pasar CPO dunia?
Untuk melihat peluang pasar CPO Indonesia, mari terlebih dahulu mengestimasikan peluang pasar berdasarkan peningkatan konsumsi di pasar dunia. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), apabila mengestimasikan tingkat konsumsi sampai tahun 2025, diperkirakan akan berkisar antara 41.45 – 44.45 juta ton. Di tahun 2004 lalu, produksi CPO dunia mencapai 25.67 juta ton, maka dapat dikatakan peluang peningkatan produksi sampai dengan tahun 2025 berkisar antara 15.78 – 18.78 ton.
Baik dari sisi ekspor maupun konsumsi dunia secara keseluruhan, peluang pasar dunia terbuka baik, terutama untuk negara produsen terbesar CPO seperti Indonesia. LRPI memperkirakan Indonesia masih terus memiliki peluang dengan meningkatkan produksi dengan laju antara 3.0 – 7.6% per tahun.
Faktor utama besarnya peluang Indonesia adalah ketersediaan lahan yang masih cukup luas. Pada tahun 2000, beberapa peneliti telah mengidentifikasi ketersediaan lahan yang cocok untuk kelapa sawit, yaitu mencapai sekitar 2.9 juta ha. Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia diperkirakan memperoleh peluang terbesar, dengan memanfaatkan sekitar 40% atau sekitar 6.31 – 7.51 juta. Hal ini berarti, dengan asumsi produktivitas sekitar 3.5 ton CPO/ha, maka Indonesia berpeluang melakukan perluasan antara 1.80 – 2.15 juta ha. Jika perluasan dilakukan antara tahun 2005 – 2025, maka setiap tahun Indonesia harus melakukan perluasan sekitar 120 – 140 ribu ha. Perluasan tersebut tentunya membutuhkan dukungan dana investasi, baik investasi kebun dan pabrik, dan tentunya tanpa meninggalkan prinsip-prinsip sawit berkelanjutan.