JAKARTA, KOMPAS.com – Peningkatan harga dan permintaan komoditas sawit sepanjang tahun 2020 hingga saat ini dinilai bisa menjadi momentum bagi perusahaan-perusahaan di sektor sawit untuk melantai di bursa atau initial public offering (IPO) pada tahun ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada. Dia menilai kinerja positif bakal dibukukan emiten sawit sepanjang tahun 2021, seiring dengan peningkatan permintaan dan harga komoditas sawit oleh pasar.
“Kita lihat dari berbagai macam aspek. Kalau kita lihat dari sisi sentimen, memang dengan adanya sentimen penguatan harga crude palm oil (CPO) global paling tidak memberikan sentimen positif terhadap pergerakan saham-saham emiten CPO. Ketika harga saham emiten CPO yang existing mengalami kenaikan, maka ketika ada saham CPO yang baru diharapkan harga sahamnya juga alami peningkatan,” ujar Reza melalui siaran pers, Selasa (8/6/2021).
Namun, di sisi lain, para calon emiten baru ini harus memperhatikan kinerja dan prospek perusahaan. Karena, momentum penguatan CPO baru sekarang terjadi.
“Apakah ke depan penguatan harga CPO ini masih bisa sustain atau tidak. Ini yang harus diperhatikan emiten CPO ketika melakukan IPO,” ungkap Reza.
Sentimen positif lainnya yakni kebijakan pemerintah dalam kebijakan mandatori B30, yang dinilai juga mempengaruhi industri secara keseluruhan.
Dengan adanya program kebijakan pemerintah terkait B30 maka akan jadi berita positif buat pelaku pasar yang punya pandangan bahwa permintaan CPO akan alami peningkatan dengan program bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
“Dari sisi industri ada sentimen yang baik mendukung, pelaku pasar akan perhatikan saham mana yang punya keterkaitan dengan program biodiesel tadi. Akan kontribusi seberapa besar terhadap program pemerintah tersebut. Kalau pangsa pasar besar, maka harga sahamnya memiliki potensi untuk bisa lebih meningkat sehingga potensi cuan meningkat,” papar Reza.
Dia menyampaikan sepanjang masa pandemi, kinerja sejumlah emiten sawit tercatat cukup positif, walau ada kecenderungan penurunan tapi capaian angkanya masih positif di antaranya perolehan laba dan peningkatan pendapatan seiring peningkatan harga CPO.
“Memang ada sejumlah emiten yang kinerjanya masih di bawah tapi overall kinerja emiten sawit masih oke di tengah pandemi,” terang Reza.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada April 2021 surplus 2,19 miliar dollar AS atau lebih tinggi dari surplus Maret 2021 yang sebesar 1,57 miliar dollar AS.
Kinerja surplus neraca dagang pada April 2021 diikuti dengan peningkatan ekspor dan impor secara tahunan.
Nilai ekspor pada April 2021 tercatat sebesar 18,48 miliar dollar AS meningkat 0,69 persen dibandingkan Maret 2021 yang sebesar 18,35 miliar dollar AS.
Jika dibandingkan secara tahunan, nilai ekspor pada April 2021 melesat tinggi 51,94 persen dibandingkan posisi April 2020 yang sebesar 12,16 miliar dollar AS.
Kinerja ekspor pada April 2021 tercatat tumbuh tinggi dampak dari meningkatnya permintaan komoditas dan harga dari komoditas tersebut, terutama komoditas ekspor andalan Indonesia, yakni minyak kelapa sawit.
Berdasarkan data tersebut, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama mengatakan, emiten CPO memperoleh keuntungan dari kenaikan permintaan dan harga dari komoditas tersebut.
Menurut penilaian Okie, kenaikan dari harga komoditasnya dapat mengerek kinerja emiten komoditas pada tahun ini.
Dari catatan tersebut, Okie menjagokan saham-saham komoditas sawit, yakni PT PP London Sumatra Indonesia (LSIP), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).
“Saat ini saham-saham berbasis CPO yang direkomendasikan tersebut masih dijual di bawah nilai bukunya, berbanding terbalik dengan pergerakan harga komoditasnya,” ungkap Okie.
Saham LSIP diperdagangkan dengan price book value (PBV) di 0,96 kali, SIMP dengan PBV 0,57 kali, dan PBV AALI berada di 0,95 kali. Okie merekomendasikan buy saham AALI dengan target harga Rp 11.325, buy LSIP dengan TP Rp 1.435, dan buy SIMP dengan TP Rp 960.
sumber : kompas.com